amein rais dan pemikirannya
A.Latar
belakang masalah
“saya seorang
demokrat,saya tidak akan melakukan revolusi,saya kira demokrasi tidak akan bisa
ditegakkan dengan tetesan darah ataupun sdok-sodokan diantara bangsa
sendiri.saya adalah seorang yang anti kekerasan,anti brutalisme dan anti aksi-aksi
yang destruktif dan tidak bertanggung jawab”(M.Amien Rais).
Prof.Dr.Muhammad Amien Rais adalah sebuah fenomena
didalam dunia politik mutakhir di Indonesia.pemunculannya amat cepat,dari
seorang pemimpin nasional muhammadiyah dan seorang pengajar di Universitas
Gajah Mada dalam tempo yang amat cepat Amien Rais muncul menjadi tokoh nasional
yang dikenal secara luas.tidak ada orang yang tidak kenal siapa Amien Rais.
Amien Rais berada paling depan dalam momentum
kesejarahan bangsa Indonesia yang kita kenal dengan nama gerakan
reformasi,amien sebagai salah seorang tokoh puncak nasional.Julukan
“penarikgerbong reformasi” dan sebagai salah seorang islam modernis yang tampil
sebagai “lokomotif” perubahan kehidupan politik yang terjadi.Kritiknya yang
sangat vocal sangat mewarnai opini public di Indonesia.Sepulangnya dari
pendidikan di amerika,ia terkenal sebagai pakar politik timur tengah,dan
melontarkan kritik yang sangat tajam terhadap kebijakan politik luar negeri
amerika,sebuah negeri yang beliau sendiri belajar banyak tentang demokrasi dan
hak asasi manusiakondisi politik dan perekonomian di Indonesia yang sudah mulai
membusuk dan sangat tidak sehat bagi demokratisasi mendorong amien rais
bersuara keras pada tahun 1993 (tanwir muhammadiyah di Surabaya) dengan isu
suksesi kepresidenan,sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan
orde baru masih sangat kuat.
Kebrobrokan politik dan ekonomi pada dasawarsa kedua
tahun 1990-an mendorongnya kembali menggulirkan gagasan tentang suksesi,bahkan
lebih luas lagi,yaitu reformasi politik di Indonesia,ia mulai menggulirkan
perubahan social yang mendasar di negeri ini.bahkan,ia akhirnya menjadi orang
terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik orde baru.dalam makalah ini akan
khusus membahas biografi amien rais dan sedikit gagasan beliau dalam politik
berdemokrasi.
B.Batasan
dan rumusan masalah
- sketsa Amien Rais,baik itu mengenai latar belakang
keluarganya,pendidikan dan pengalaman, serta aksi,pemikiran,dan karya-karya
ilmiahnya.
- menyebutkan beberapa gagasan-gagasan politik Amien
Rais dalam perpolitikan demokrasi.
C.Tujuan
dan kegunaan penelitian
- mengenal biografi tokoh nasional Amien Rais
- mempelajari
gagasan-gagasan politik Amien Rais dalam politik demokrasi
- mempelajari pengaruh Amien Rais dalam kancah
politik nasional
BAB
II: SKETSA AMIEN RAIS
A.
Latar Belakang Keluarga
Keluarga Amien telah menanamkan pendidikan Agama
dari berbagai Aspek yang sedikit banyak mewarisi atau dipengaruhi oleh tradisi
Muhammadiyah.Ibu Sudalmiah misalnya sering mengingatkan kepada Amien kecil
bahwa segala sesuatu yang dilakukanya didalam hidup ini tidak lain dan tidak
bukan adalah ibadah.Tatkala menginjak remaja suatu hari Amien hendak berkemah
dengan kawan-kawannya, saat hendak berangkat ibunya berkata kamu berkemah itu
adalah ibadah, hal sama juga dikatakan ketika Amien akan berlatih pencak
silat,menurut Ibunya pencak silat merupakan ibadah.[1]Menurut
Abdul Rozaq Rais,Ibunya sangat disiplin dan rasional, ia dan Amien kadang mengeluhkan
Ibu mereka yang ‘’galak’’, tetapi pada kemudian hari memberikan hikmah yang
besar.Mereka enam bersaudara, Amien nomor dua, Abdul Rozaq Rais nomor tiga
(Fatimah Rais, Amien Rais, Abdul Rozaq Rais, Siti Aisyah Rais,Ahmad Dahlan
Rais, dan Siti Asiyah Rais).Amien,Rozaq,dan Ahmad senang bermain keluar
rumah.Biasanya jika minggu,mereka suka mengetapel burung sampai ke Palur dan
Mojongso.Karena itu,tidak shalat asyar sebagai hukuman mereka disel dan
dimasukkan keruangan terkunci di belakang rumah,lalu datanglah ayahnya sebagai
“pembebas”.[2]Kedua
orang tuanya bernama Syuhud Rais dan Sudalmiah,Syuhud Rais bukanlah asli Solo,
ia lahir dan dibesarkan di Purbalingga, Jawa tengah, dari keluarga Umar Rais,
menilik namanya dia adalah keluarga santri, sedangkan Sudalmiyah berasal dari
keluarga priyayi.[3]Ayahnya
Sudalmiyah Wiryo Sudarmo dari Gombong yang bernama kecil Sukiman salah seorang
putra nyonya Rakilah, seorang yang sangat disegani masyarakat pada masanya, Ia
adalah cicit dari bupati Kebumen.[4]Latar
belakang keluarga Sudalmiyah adalah di madrasah Mualimin Muhammadiyah
Yogyakarta dan berhasil menamatkanya. Sementara Sudalmiah mempunyai pendidikan
yang sangat tinggi, ia bukan saja lulusan Mulo yang merupakan sekolah menengah Belanda
yang sulit dicapai warga umum apalagi perempuan. Ia juga lulusan HIk (Hogere
Inlandse Kweek Shool ), yakni sekolah guru yang hanya dapat dimasuki oleh
lulusan Mulo. Setelah sekian lama menuntut ilmu dan sekolah, Sudalmiyah pun
menjadi guru yaitu di sekolah Muhammadiyah,dilingkungan Muhammadiyah inilah
mereka bertemu.Keduanya bertemu di Jakarta,setelah itu mereka menikah dan
sempat pindah ke Pekalongan,sejak tahun 1940 keluarga ini bermukim di Solo.[5]
Sudalmiah pernah menyandang predikat sebagai ibu teladan I tingkat Kodya
Surakarta tahun 1905 dan ibu teladan II tingkat provinsi Jawa tengah tahun 1905.Sudalmiah
tidak pernah memberikan perlakuan khusus atau istimewa kepada salah satu di
antara 6 orang anaknya.Semuanya diperlakukkan sama termasuk kepada Amien,walau
sejak kecil sudah memperlihatkan sisi lebih dibanding kakak perempuan dan
keempat adiknya.Menurut aktivis Aisiyah Surakarta ini, sisi lebih yang ada pada
diri Amien kecil adalah tingkat disiplin dan ketekunannya yang tinggi,juga
kefasihan, keikhlasanya dalam melafazkan ayat-ayat suci al-Quran. Kelebihan
Amien kecil melantunkan kalam Illahi itu telah membawanya tampil di Balaikota
Surakarta pada acara perayaan hari besar Islam.[6]Saat
Amien mengumandangkan firman-firman Allah, suasana sangat hening sehingga
Sudalmiyah mengibaratkan,seandainya ada jarum jatuh di lantai akan terdengar dentingnya
beliau pernah mengatakan:karena kedua orang tua saya adalah aktivis Muhammadiyah,sejak
kecil saya memperoleh pendidikan cara Muhammadiyah,sehingga saya mempunyai
pendirian harus juga mendidik anak-anak saya dengan cara Muhammadiyah”.Pendidikan
Muhammadiyah yang dimaksud ialah pagi pergi sekolah di lembaga pendidikan formal
yang didirikan Muhammadiyah,sore masuk Madrasah Diniyah,malam harinya
dilanjutkan belajar di bawah pengawasan kedua orang tua.Ibunya merupakan sumber
kekuatan moral dan batin,sementara isterinya menjadi sumber inspirasinya.Dan
peran keduanya cukup dominan dalam mendukung amar maruf nahi mungkar.’’Saya
selalu memperhatikan setiap nasihat ibu saya, karena itu tidak ada yang saya
takuti kecuali beliau,’’ kata Amien. Sedang mengenai isterinya, ia berujar:” ia
sering menjadi sumber inspirasi bagi
saya bahkan kadang-kadang ia berpikir sampai jauh sekali, dan mengatakan kalau
sampai terjadi apa-apa dengan dirinya,ia toh masih mempunyai kemampuan sedikit-sedikit
untuk berwiraswasta. Amien Rais laki-laki kelahiran Solo, 22 April tahun 1944.
Menurut Amien kota Solo memiliki semua ciri khas kerajaan. Sebagai kota
kerajaan, Solo memiliki tradisi pertujukkan wayang kulit.Melalui pertunjukkan
seni kraton,Amien belajar mengenai pahlawan majapahit, pendiri kraton sekaligus
tokoh religious seperti wali songo. Solo telah mengajarkan pada diri Amien
untuk menghargai nilai-nilai budaya dan seni sebagai sarana untuk menanamkan
nilainilai keutamaan pada masyarakat.Amien adalah anak kedua dari enam bersaudara
keturunan H. Syuhud Rais dan HJ.Sudalmiyah.Ayahnya adalah guru agama dan
sehari-hari sebagai kepala kantor Depag di Solo.Pada sore harinya ia sebagai
pengurus pendidikan Muhammadiyah cabang Surakarta.Sementara ibunya adalah
aktifis Aisiyah di Surakarta sekaligus sebagai guru agama di SGKP (Sekolah Guru
Kependidikan Putri) dan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) di Aisyiah Surakarta.Masa
kecilnya di kepatihan Solo suatu lingkungan yang tempo dulu dominan dengan
Islam “abangan”, serta masa PSI (Partai Serikat Islam) dan PNI (Partai Nasional
Indonesia) juga cukup kuat sementara Muhammadiyah merupakan minoritas.Namun
Amien mengakui ibunya sangat fanatik dengan Muhammadiyah, sehingga warna
sikapnya turut mempengaruhi terhadap anak- anaknya dan selalu mengatakan kalau
jadi orang itu harus punya sikap dan katakan apa adanya,serta hidup itu adalah
ibadah[7].Sifat
jujur, istiqomah dan berani melakukan amar ma’ruf nahi mungkar yang dimilikinya
tak lepas dari bimbingan ibunya.Di samping itu ibunya menerapkan disiplin dan
rasionalisasi baik dalam hal adat maupun agama.Sejak usia Sembilan tahun
pendidikan ibunya dimulai dari rutinitas sejak shubuh sekitar pukul 4 pagi
setiap hari. Sebuah jam weker diletakan didekat anak-anaknya.Setiap bangun
diharuskan mengucapkan asholatu khoirun minan naum dengan suara keras
agar didengar oleh ibunya,lalu mereka diberi uang lima sen dan hadiah itu
mereka tabung untuk dibelikan baju lebaran,Jadi setiap sang ibu memberikan uang
harus di imbangi dengan kegiatan agama.Tidak heran apabila Amien dari kecil telah
berdisiplin puasa Ramadhan,puasa Senin Kamis,serta I’tikaf di masjid.Pada tahun
1969 Amien menikah dengan Kusniarti Sri Rahayu dan dikaruniai tiga orang putra
dan dua orang putri.Masing-masing adalah Ahmad Hanafi, Hanum Salsabila, Ahmad
Mumtaz, Taznim fauzia, dan Ahmad Baihaqi. Kedua orang tuanya juga sepakat tidak
akan meninggalkan anak-anaknya dan membekali mereka dengan kepandaian bahkan
isterinya menganjurkan anak-anaknya untuk les matematika, bahasa Inggris,
piano, organisasi,gitar dan lain-lain[8],bahkan
mendidik mereka dengan disiplin ketat.Kusniarti menyatakan selalu mengingatkan
sang suami setiap akan melangkah,’’ jangan lupa lho pak ini bagian dari
ibadah’’.Peryataan itu dimaksudkan sebagai dukungan moral, sekaligus
persetujuan dan doa.Bisa saya ya cuma mendoakan dan memberikan dukungan moral,
karena saya yakin apapun yang dilakukan Pak Amien berakar dari ibadah.[9]
B.
Pendidikan dan pengalaman
Perhatian
orang tuanya terhadap pendidikan agama merupakan fase awal pendidikan yang
dienyam oleh Amien yang diperoleh dari lingkungan keluarga dan dari lingkungan
masyarakat sekitarnya. Perhatian terhadap pendidikan agama ini mencerminkan
bahwa keluarga Syuhud merupakan keluarga yang menghargai dan menganggap penting
bekal agama bagi anak–anaknya.Bahkan cara mendidik yang terkadang terkesan
galak dan terlalu ketat bukan berarti akibat karakter ataupun sifat orang
tuanya, tetapi lebih pada komitmen orang tua terhadap ajaran agama, sehingga
pesan-pesan suci sebagaimana dalam al-Quran dapat dijadikan dan
termanifestasikan pada anak-anaknya.[10]
Menapak usianya yang memasuki usia untuk jalur pendidikan formal Amien pun
harus menempuh pendidikan formal di institusi sekolahan. Pendidikan Amien mulai
dari TK sampai SMA, semuanya dijalaninya di sekolahan Muhammadiyah, maka seandainya
ada perguruan tinggi Muhammadiyah, pasti ibunya akan memintanya untuk kuliah di
situ.Amien termasuk cepat dalam menjalani jenjang pendidikanya. Ia mengawali
sekolah pada tahun 1956 di Sekolah Dasar hukum Muhammadiyah dilanjutkan di
Sekolah Menengah Pertama tahun 1959 dan Sekolah Menengah Atas tahun 1962. la
juga mengikuti pendidikan agama di Mambaul Ulum dekat masjid Agung Surakarta
yang kemudian pindah ke madrasah Al–Islam di kota yang sama, pada masa itu
sistem pengajaran sekolah swasta masih berinduk pada sekolah pemerintah (negri)[11].
Orang tuanya sangat moderat dalam mendidik anak-anaknya. Prestasi Amien di
sekolahnya dapat dikatakan baik. Sebelum dan setelah lulus Amien sempat bingung
untuk menentukan pilihan mau melanjutkan studinya. Ibunya minta agar
melanjutkan studi ke al-Azhar, sementara ayahnya menginginkan di UGM. Waktu itu
ia diterima di Fakulas Fisipol, karena Amien berhasrat menjadi seorang
diplomat.Sebagai anak yang baik Amien tidak ingin mengecewakan ibunya kemudian
mendaftarkan ke Fakultas Tarbiyah di IAIN dan diterima hanya sampai sarjana
muda karena ada larangan dari pemerintah waktu itu untuk studi ganda dengan
sangat terpaksa akhirnya ia meninggalkan IAIN Sunan Kalijaga tahun 1967.Namun
harapan lama ibunya terkabul karena Amien selama satu tahun (1978-1979) menjadi
mahasiswa luar biasa di Fakultas Bahasa Universitas al-Azhar Kairo Mesir.Amien
menyelesaikan sarjananya tahun 1968 dengan predikat terbaik di angkatannya,dengan
skripsinya yang mendapat nilai A dengan judul ‘’Mengapa Politik Luar Negeri
Israel Berorentasi Pro Barat’’,sehingga menghantarkannya studi di Amerika untuk
mengikuti progam master di University of Notre Dame dan selesai tahun 1974
dengan tesisnya berjudul ‘’Politik Luar Negeri Mesir di Bawah Anwar Sadat
dengan Moscow’’, dari universitas itulah ia memperoleh sertifikat studi tentang
Soviet dan Negara Eropa Timur[12].Sejak
kecil hingga dewasa Amien selalu bergaul dengan tradisi dan budaya modern
Barat. Hal itu dapat dilihat dari latar belakang kehidupan ketika kecil dan
perjalanan pendidikannya yang sedikit banyak berpengaruh terhadap corak
pemikiran ke depan. Keluarga terutama sang ibu lahir dan dibesarkan dalam pendidikan
Barat model Belanda. Sang ibupun menekankan pola ataupun system yang menjadi
ciri dari kebudayan Barat yaitu kedisiplinan,kejujuran,transparansi,berani
tampil di muka dan lain-lain[13].Pola
dan sistem kehidupan modern terus melekat pada diri Amien ketika dia dibesarkan
di lingkungan Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi modern. Sebagai
organisasi modern prinsip rasionalitas sangat kental dan dominan[14].Di
Muhammadiyah nilai-nilai budaya dan tata kehidupan dikembangkan berdasarkan
prinsip ibadah dan rasionalitas.Pola hidup sehat,teratur,bersih, integritas,
dan dedikasi yang tinggi serta kedisiplinan setidaknya menjadi ciri dari
modernitas yang ada di tubuh Muhammadiyah.Pengaruh dan hubungan dengan budaya
Barat pun terus berlanjut ketika dia melanjutkan studi ke Amerika.Di sinilah
Amien mengenal budaya Amerika lebih dalam khususnya tentang nalar dan demokrasi
yang bersumber dari buku-buku teks dimeja koleksinya.Pengalaman kehidupan organisasi,
di Amerika Amien pernah bertemu dengan Syafii Ma’arif dan Nurcholis Majid yang
menjadi teman diskusi dan bertukar pikiran tentang banyak hal terutama yang
menyangkut tentang Indonesia, kemiskinan, dan demokrasi.Di Amerika potensi
intelektualitas Amien lebih berkembang karena fasilitas dan akses serta patner
lebih mendukung.Di Amerika banyak tersedia koleksi perpustakaan yang lengkap
dan lebih banyak,serta juga banyak berkembang tokoh-tokoh intelektual dan kawan
diskusi yang beragam.Orang-orang intelektual yang dulu pernah belajar di sana
sewaktu menjadi mahasiswa,kemudian kembali ke daerah asalnya ternyata lebih
tajam. Amien bersama-sama dengan kawan-kawan semasanya pernah mendirikan wadah
intelektual di Yogyakarta dengan nama Limeted Group dengan Profesor
Mukti Ali sebagai mentornya.Dahulu Limited group ini adalah wadah
intelektual yang disegani karena di dalamnya berkumpul tokoh-tokoh akademisi
dan para aktivis sezamannya,Ahmad Wahidpun pernah berkecimpung di dalamnya[15].Pengaruh
budaya modern Barat inilah yang setidaknya mempengaruhi intelektualitasnya yang
sarat dengan rasionalitas pemikiran,baik pemikiran keagamaan,sosial dan
politiknya.Hal itu dapat dilihat ketika konteks pemikiran baik keagamaan,sosial,
dan politik selalu mengupas dimensi kekinian semisal dalam kemiskinan perlu
adanya zakat profesi, fundamentalisme politik dan sebagainya.Amien sebelum
berangkat ke AS adalah dosen tetap di Fakultas Fisipol UGM sejak tahun 1970.
Sepulang dari AS tahun dia langsung kembali mengajar dan pernah menjadi Ketua
Jurusan Hubungan Internasional.Tidak hanya mengajar di Fisipol UGM tapi juga
mengajar di pasca sarjana UMY.Selain mengajar di UGM ia juga pernah menjabat
sebagai Rektor 1 bidang akademik dan kepala LP3M (Lembaga Penelitian dan
Pengembangan dan Pengabdian masyarakat) juga di UMY.Tapi semenjak ia memimpin
partai PAN (Partai Amanat Nasional) ia mengundurkan diri dari staf pengajar di
almamaternya dan sebagai rektor 1 di UMY.Selain sebagai akedemisi ia juga
sebagai seorang cendekiawan atau intelektual. Daya intelektual Amien banyak
disalurkan lewat diskusi, seminar dan menulis.Oleh karena itu dia sempat menjadi
pemimpin umum majalah Proaktif,majalah media Inovasi majalah Suara
Muhammadiyah, dan ikut membidani lahirnya majalah umum Republika kemudian
ia menjadi dewan redaksi dan pernah menjadi penulis tetap di kolom Resonansi.
Dari AS Amien membawa pikiran yang baru yaitu pemikiran yang lebih logis dan
rasional dan tanpa dikuasai oleh perasaan yang tidak perlu. Saat itu modern
sudah merupakan simbol bahkan sudah menjadi bagian dari dirinya sebagaimana
Islam yang telah kuat mengakar dalam dirinya ditambah dengan doktrin
Muhammadiyah.Semangat intelektualnya tidak pernah berhenti,akhirnya ia
mengumpulkan teman-temannya dan berdiskusi dengan mereka di antaranya, Ichlasul
Amal, Yahya Muhaimin, Kuntowijoyo,Sofian Effendi,Syafii Ma’arief,dan Afan
Ghofar,mereka membangun institusi yang diberi nama PPSK (Pusat Pengkajian
Strategi dan Kebijakan).Selain itu juga mendirikan Yayasan Sholahudin UGM dan
menjadi ketua di yayasan tersebut,di dalam yayasan ini berdiri pondok pesantren
yang diberi nama Budi Mulia.Budi Mulia adalah tempat bagi mereka yang mau
belajar ilmu umum dan agama,Amien juga mempelopori lahirnya ICMI (Ikatan
Cendekiawan Musim Indonesia) dan ikut juga sebagai dewan pakar.[16]
C.
Aksi, Pemikiran, dan Karya-karyanya
Amien
yang merupakan anak didik Muhammadiyah tidak segera beranjak dari Muhammadiyah.Diapun
langsung bergabung dan aktif dipersyarikatan ini, karena kecerdasan dan
kepintarannya,akhirnya tidak lama kemudian diapun langsung menduduki pos-pos
penting di Muhammadiyah.Pada tahun 1985 tepatnya pada muktamar Muhammadiyah
yang ke-41 di Surakarta,Amien menjadi ketua majelis tabligh pimpinan pusat
periode 1990-1995.Pada tahun 1994 ketika Ahmad Basyir yang menjabat sebagai
ketua umum PP.Muhammadiyah meninggal dunia, Amien menjadi pejabat sementara
(pjs) sebagai ketua umum Muhammadiyah sampai tahun 1995. Ketika muktamar yang
ke-43 digelar, akhirnya pada muktamar yang dilangsungkan di Banda Aceh berhasil
mengantarkan Amien ketampuk pimpinan dan menjadi ketua umum PP.Muhammadiyah
untuk periode 1995-2000.[17]Sejak
melontarkan isu suksesi kepemimpinan nasional pada sidang tanwir ke-13 yang
digelar di Surakarta tahun 1993, Amien telah menjadi seorang intelektual Muslim
yang sangat disegani dan berpengaruh, ia telah masuk dalam jajaran elite
intelektual Indonesia yang didengar dan diperhitungkan dan didengar pemikirannya.
Ia pun akhirnya tidak bosan mengungkapkan berbagai bentuk anomali sosial dan
politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara[18].Dengan
keberanian dan kekritisannya dia menelurkan pemikiranpemikiran segar dengan mengkritik
penyalahgunaan kekuasaan dan hutang, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan
praktek menyengsarakan rakyat yang dipraktekkan oleh Orde Baru yang termanifes
dalam sosok Soeharto. Munculnya Amien dalam tokoh sentral suksesi menjadikannya
sebagai tokoh sentral pula pada periode reformasi 1998. Reformasi yang ia
gulirkan telah merubah kehidupannya dari akademisi dan intelektual menjadi
seorang politisi yang harus terjun ke dalam politik praktis. Reformasi 1998
telah meluncurkan kebimbangan pada dirinya untuk menentukan dan mengarahkan
proses reformasi yang sedang berjalan atau kembali menjadi akademisi dan
intelektual. Kondisi objektif ini ternyata telah menuntut Amien untuk tidak
meninggalkan gelanggang pertarungan dan mau tidak mau kondisi tersebut telah
menuntut dia untuk terjun ke dunia politik. Sebelum Amien memutuskan untuk
berani terjun ke dunia politik dia telah melakukan ijtihad politik terlebih
dahulu.Ijtihad politik tersebut dilakukan lantaran dia berada posisi yang amat
sulit dan dipengaruhi oleh beberapa hal yang Istilah yang dingunakan Amien
ketika harus memilih untuk terjun ke politik langsung meneruskan dan mengawal
Reformasi menjadi pertimbanganya. Pertimbangan yang menjadikanya untuk
melakukan ijtihad politik adalah ketika dia berkeinginan untuk kembali ke
kampus atau menjadi intelektual dan memimpin Muhammadiyah serta desakan dari
luar yang menginginkan dia untuk bergabung dalam partai PBB ( Partai Bulan
Bintang) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) bahkan ada yang mendesak dan menawarkan
kepada Amien untuk mendirikan partai baru.Setelah melakukan berbagai
pertimbangan akhirnya Amien membulatkan tekadnya untuk terjun ke dunia politik
praktis untuk meneruskan dan mengawal reformasi. Setelah meminta izin pada
Muhammadiyah, akhirnya jabatan di Muhammadiyah ditinggalkan dan diteruskan oleh
Syafii Ma’arif sebagai ketuanya. Amien berijtihad untuk mengundurkan diri
sementara waktu dari kampus dan Muhammadiyah serta memilih untuk tidak
bergabung dengan PBB (Partai Bulan Bintang) atau PPP (Partai Persatuan
Pembangunan).Bersama dengan teman-temannya Amien mendirikan PAN sebagai partai
yang inklusif.PAN didirikan di istana negara (Jakarta) Minggu pagi pukul 10.00,23
agustus tahun 1998 sebagai partai politik yang terbuka, PAN memasukkan nama
tokohtokoh,lintas agama, lintas ras, dan lintas etnis dalam komposisikepengurusanya[19].Amien
juga dinobatkan sebagai ketua umum partai yang inklusif ini, sebuah partai yang
berjanji akan memperjuangkan kedaulatan rakyat,demokrasi, kemajuan dan keadilan
sosial. Adapun cita-citanya pada moral,agama, kemanusiaan, dan kemajemukan.
Semenjak Amien menjadi tokoh politik terkemuka di Indonesia pasca reformasi
1998,di samping KH.Abdurahman Wahid, yang berkedudukan sebagai presiden RI ke-4
dan Akbar Tanjung yang sebagai ketua DPR. Amien sendiri menduduki sebagai ketua
MPR, lembaga tertinggi negara, wadah kedaulatan rakyat kala itu.Terpilihnya
Amien sebenarnya merupakan surprise, jarang yang menduga bahwa Amien akan
tampil sebagai ketua MPR. Tidak adanya dugaan itu karena partai Amien tidak memperoleh
suara terbanyak, dengan strategi poros tengahnya dia berhasil menduduki jabatan
sebagai ketua MPR pada sidang umum MPR tahun 1999 untuk periode tahun 1999-2004[20].Amien
sebagai publik figur juga tidak lepas dari sorotan dari media masa dan juga
menjadi perbincangan para intelektual Indonesia, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Kuntowijoyo: “Indonesia beruntung mempunyai tokoh seperti Amien Rais,
karena pertama pada zaman global dan cepat berubah ini masyarakat Indonesia
masih memiliki figure pemimpin yang dapat dijadikan panutan keteladanan dan
bersikap istiqomah dan simbol perjuangan dalam kegigihanya menuntut tegaknya
keadilan.” Kedua, perhatiannya pada
masyarakat bawah atas satu ketidakadilan ekonomi dan politik, begitu kuat memancar
di sosoknya sebagai pemimpin. Amien tidak malu untuk berkeliling sampai tingkat
ranting hanya untuk sekedar bertatap muka dengan masyarakat bawah dan berdialog
langsung dengan umat untuk membicarakan masalah mereka. Ketiga memiliki visi
jauh ke depan, visi ini penting bagi tokoh yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural dan terutama dalam menghadapi tatangan global yang kian lama
semakin komplek. Visi ini pula yang mendorong Amien untuk menghargai pendapat,bersifat
terbuka,menghargai perbedaan pendapat,serta memiliki tujuan terarah dan jelas
dalam membawa umat menuju masyarakat adil dan beradab. Sebagai seorang
cendekiawan sekaligus akademisi, kontribusi Amien di dalam dunia pemikiran,
penelitian, dan pendidikan cukup banyak. Umumnya karya Amien dituangkan dalam
bentuk artikel,editing, dan kata pengantar di berbagai buku. Dalam bentuk
penelitian yang dapat dicatat antara lain: Prospek Perdamain Timur
Tengah 1980 (Jakarta: Litbang Deplu, 1980), Perubahan politik Eropa
Timur (Litbang Deplu kerjasama teknologi negara-negara berkembang (Litbang
Deplu, 1980), Zionisme: Arti dan Fungsi (Yogyakarta: Fisipol UGM, 1989),
Kepentingan Nasional Indonesia dan Perkembangan Timur Tengah 1990- an
(Litbang Deplu, Jakarta, 1981). Adapun karya Amien yang terbit dalam bentuk
buku baik yang terdiri karya tulisnya sendiri maupun sebagai editor dan pemberi
kata pengantar di antaranya adalah, Politik dan Pemerintahan di Timur Tengah
(PAU–UGM,1980), yang semula merupakan hasil penelitian dan kemudian diterbitkan
dalam bentuk buku oleh penerbit Mizan,Orientalisme dan Humanisme Sekuler
(Yogyakarta: Shahaludin Press, 1983), Cakrawala Islam Antara Fakta dan
Cita (Mizan: Bandung, 1987), Politik Internasional Dewasa ini (Usaha
Nasional press, 1990), Keajaiban
Kekuasaan, (Yogyakarta: Benteng Budaya PPSK,1994), Moralitas Politik
Muhammadiyah, (Yogyakarta: Dinamika, 1995), Tangan Kecil (Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Press-PPSK, 1995), Puasa dan Keunggulan Kehidupan
Rohani (Yogyakarta: PT. Mitra Pena Cendekia, 1996), Tugas Cendekiawan
Muslim (Terjemahan fasih karya dokter Ali Syariati) ( Yogyakarta: Sholahudi
Press, 1985), Demi Kepentingan Bangsa (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1997),Visi dan Misi Muhammadiyah (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1997), Amien Rais Berjuang Menuntut Perubahan (Yogyakarta:PT.
Mitra Pena Cendekia, 1998), Melangkah Karena di Paksa Sejarah (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998), Refleksi Amien dari Persoalan Semut hingga Gajah (Jakarta:
Gema Insani Press, 1997), Demi Pendidikan Politik Saya Siap Jadi Presiden (Yogyakarta:
Tirani, 1997), Suksesi Keajaiban Kekuasaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997).Dalam karya akademik Amien ketika tamat SI menulis karya dengan judul
’’Mengapa Politik Luar Negri Berorientasi Pro Barat’’. Adapun tesis beliau
setelah tamat dari S2 dari University of Notre Dame, Indiana AS tahun 1974,
yakni ‘’Mengenai Politik luar Negri di Bawah Anwar Sadat yang dekat dengan
Moscow’’. Sementara desertasi doktornya dari universitas of Chichago berjudul
’’The Muslim Brothertod In Egypt, its Rise, Demise, and Resurgence’’ (Jamaah
Ikwanul Muslimim di Mesir, kelahiran, Keruntuhan, dan Kebangkitan kembali)
tahun 1981.[21]
D.
Hal- Hal Yang Mempengaruhi Pemikiran Amien Rais
Sejak
kecil hingga dewasa kehidupan Amien sudah bergelut dengan tradisi dan budaya
modern Barat. Hal tersebut dapat dilihat dari latar belakang kehidupan kecil
dan perjalanan pendidikanya ke depan. Sang ibu lahir dan dibesarkan di
lingkungan pendidikan dan sistem Barat Belanda, sehingga sang ibupun menanamkan
pola ataupun sistem yang menjadi ciri kebudayaan Barat,yaitu tentang
kedisiplinan, kejujuran, transparansi, berani tampil di muka dan lainnya. Pola
dan sistem modern terus menjalar ketika ia dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah
yang dikenal sebagai organisasi modern. Dalam organisasi modern ini prinsip
rasionalitas sangat kental dan dominan[22],serta
di Muhammadiyah nilai-nilai budaya dan tata kehidupan masyarakat dikembangkan berdasarkan
prinsip ibadah dan rasionalitas.Organisasi pergerakkan Muhammadiyah mempunyai
peran besar dalam membentuk idealisme dan sikap kekritisan seseorang mahasiswa.
Hal demikianbukan saja disebabkan sifat kegandrungan sebuah organisasi dalam
melihat realitas empiris, tetapi juga ketika diajak di dalamnya. Amien tidak
lepas dari itu,karena ia adalah produk Muhammadiyah maka sebagai konsekuensi
logisnya ia harus aktif di organanisasi IMM (Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah),
iapun pernah aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), hanya saja keaktifannya
makin lama semakin surut kemudian konsentrasinya sepenuhya di IMM(Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah). Di dalam organisasi ini Amien mulai mengasah
intelektual memadukan doktrin agama dengan ilmu pengetahuan, menemukan sintesa kebenaran,
dan kemudian menumbuhkan sikap kekritisanya. Agaknya setelah bergulat di
organisasi inilah sikap kekritisan Amien semakin meningkat,setidaknya pada
tahun 1966 ketika organisasi mahasiswa berkecamuk Amien sebagai seorang
mahasiswa yang idealis ikut aktif dalam menumbangkan rezim Orde Lama yang di
awalnya sangat kekirian. Dalam masa Orde Baru Amien juga ikut serta memberikan
saran secara langsung kepada Presiden Soeharto soal pemberantasan korupsi, yang
dipimpin oleh Soedibyo Markoes[23].Ketika
daerah-daerah dilanda kerusuhan pada bukan Agustus 1997,Amien kembali
mengkritik pemerintahan dengan mengatakan bahwa kerusuhan itu terjadi karena
tidak tahannya rakyat menghadapi kesewenang-wenangan dari kedhaliman ekonomi
yang telah berlangsung lama. Kritik yang dilontarkannya semakin menusuk bersama
dengan terpuruknya Indonesia ke dalam krisis moneter dan ekonomi. Pernyataannya
lagi-lagi membuat orang terperangah, dan salah satu yang ia tulis dalam
makalahnya,” Suksesi 98 Suatu Keharusan”, di Yogyakarta tahun 1998, pergantian
kepemimpinan nasional adalah tuntutan sejarah dan demokrasisasi. Akhirnya
dengan satu kalimatnya Soeharto harus mundur, yang akhirnya pada tanggal 23 Mei
1998 Presiden Soeharto mundur dari kursi kepresidenan setelah 32 tahun berkuasa[24].Dalam
bidang jurnalis Amienpun menunjukkan sikap kekritisannya, benih-benih Amien
sudah tumbuh sejak ia SMP dengan mengirimkan tulisan ke majalah dan koran
terbitan Solo, hingga sampai SMA tulisannya mendapat tanggapan serius dari
petinggi militer di Jawa barat.Ia telah menjadi penulis kolom yang tajam dan
produktif pada tabloid mingguan mahasiswa yang terbit di Bandung bersama dengan
harian ”Kami” di Jakarta,Koran mahasiswa legendaris di awal Orde Baru,Amien
termasuk salah satu orang yang pernah mendapatkan pengahargaan Zaenal Zakse
Award,yaitu sebuah hadiah jurnalistik yang diberikan kepada penulis mahasiswa
yang kritis pada tahun 1967.Setahun sebelum lengsernya Soeharto, adalah
majalah”Ummat” yang menganugerahi kepada Amien sebagai “tokoh 1997”, dan
kemudian mendapatkan penghargaan UII Award dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
atas aksi-aksinya yang konsisten dalam menempuh perjuangan” amar ma’ruf nahi
mungkar” dan kemudian pada tahun yang sama poling bertajuk survey tokoh
terpopuler di UGM pada tahun 1997 yang dilaksanakan bulan Juli-Agustus Amien
terpilih sebagai tokoh terpopuler dalam bidang politik di samping tokoh lain
dalam bidang yang berbeda. Pada tanggal 31 Mei 1998 sepuluh hari setelah
Soeharto turun, Amien mendapat “Refomasi Award” di kampus IPB.Prestasi positif
yang diraih Amien tersebut hanya imbas dari semangat Nahi Mungkar, ia bukan
seorang yang haus akan gelar, tetapi dibuktikan dengan aksi-aksi nyata dalam
kehidupan masyarakat dan selalu mengkritik pemerintahan dengan suara lantang,
tanpa basa-basi atau ABS (asal bapak senang). Pola hidup bersih, teratur,
sehat, bekerja keras intregitas dan dedikasi yang tinggi serta kedisiplinan
setidaknya menjadi ciri dari sebuah modernitas yang ada di tubuh Muhammadiyah
sehingga dikenal sebagai organisasi modern. Semangat itulah yang membuatnya
selalu berani mengambil resiko demi tercapainya Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam
segala bidang kehidupan. Waktu kecilpun ia berani melawan orang yang tubuhnya
lebih besar dari Amien, karena ada yang mengganggu. Pengaruh dan kebudayaan
Barat “modern”pun terus berlanjut ketika ia melanjutkan studi ke Amerika
Serikat. Di sinilah Amien mengenal budaya Barat lebih dalam dan khususnya
tentang nalar dan demokrasi yang bersumber dari buku-buku teks di meja
koleksinya, serta pengalaman kehidupan di Amerika Serikat bertemu dengan Syafii
Maarif, dan Nurcholis Majid yang menjadi teman diskusi dan bertukar fikiran
tentang banyak hal terutama yang berkaitan dengan Indonesia, kemiskinan dan
demokrasi. Amien dipandang tokoh mantan Masyumi A.R Baswedan yang juga tokoh
PAI (Partai Arab Indonesia) sebagai sosok yang pantas meneruskan estafet
perjuangan “Natsir Muda”.Amien sendiri pernah berkata, “ Saya ini memang
Natsiris, kawan-kawan Yogyakarta ini umumnya juga Natsiris, saya ini turunan
Masyumi asli”. Bagi Amien yang mengaku “ berdarah Masyumi ”, Natsir adalah
guru, ayah, dan juga seorang panutan yang sangat dihormati.[25]
BAB
III:
GAGASAN
DAN PEMIKIRAN AMIEN RAIS DALAM POLITIK DEMOKRASI
A.
Gagasan “Tauhid Sosial”
Tauhid sosial secara istilah yang dikenalkan Amien
dalam hal ini belum begitu membudaya dan tersosialisasikan dalam masyarakat
Indonesia khususnya dalam hal ini, Amien dapat dikategorikan sebagai tokoh
pertama yang mengenalkannya.Tauhid Sosial merupakan bagian langsung dari konsep
tauhid yang umumnya dipahami oleh masyarakat Muslim sebagai ibadah mahdhah
seperti shalat, zakat,puasa, dan haji sebenarnya secara eksplisit sarat dengan
muatan-muatan sosial.Dalam pemikiran Amien tauhid tidak hanya dipahami sebagai
konsep tauhid atas Tuhan selain Allah tetapi tauhid dalam interaksinya tidak
mengenal diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin,agama,bahasa dan etnis.
namun pertimbangan keadilan dan sosialah yang harus ditegakkan oleh orangorang
yang beriman.[26]Sebagai
konteks manusia yang bertauhid, pertama-tama harus, Nein, Laa, No terhadap
semua Tahghut yaitu semua objek persembahan dan mitos yang diyakini akan
menyebabkan kecelakaan atau keselamatan suatu bangsa dalam arti modern berupa
tiran-tiran.[27]
Menurut Amien pelajaran pertama yang dapat dipetik dari tauhid yaitu[28]tingkat
pertama seorang Muslim harus berani mengatakan tidak pada setiap kebatilan dan
pada setiap manifestasi tahgut dan pada setiap ketidakbenaran.Tingkat kedua
orang yang beriman harus mempunyai keyakinan kepada Allah secara utuh serta
meyakini. Tingkat ketiga seorang yang bertauhid harus mempunyai deklarasi
kehidupan dengan menghayati semangat sesungguhnya ibadahku, hidupku, shalatku
dan matiku aku persembahkan semata-mata karena Allah.Tingkat Keempat,Manusia
Tauhid harus berusaha menerjemahkan keyakinannya menjadi kongkrit, serta
menjadi satu sikap budaya untuk mengembangkan amal shaleh.Tingkat kelima
seorang yang bertauhid adalah mengambil criteria baik atau buruk, tercela atau
terkutuk berdasarkan tuntunan agama bukan ukuran Marxis atau sekuleris atau
bahkan kaum humanis yang mengatakan manusia adalah urusan segala sesuatu.Selanjutnya
upaya untuk membumikan tauhid dan mengimplementasikan tauhid harus didukung
empat doktrin lainnya seperti yang menurut Amien hal demikian telah hidup di
lingkungan Muhammadiyah[29].
Pertama, pencerahan umat melalui pendidikan karena ilmu pengetahuan adalah barang
yang hilang dari kalangan umat Islam dan itu harus direbut kembali. Kebodohan
telah menjadi musuh terbesar dan itu harus dihilangkan, dan Muslim mustahil
dapat membawa masa depan yang lebih cerah jika kebodohan dan keterbelakangan
masih saja melekat dalam kehidupan mereka. Menurut Amien menarik untuk
diterapkan anjuran tokoh Muhammadiyah itu agar ZIS (Zakat, Infak, Sedekah)
tidak saja disalurkan ke masjid tetapi kalau perlu disalurkan ke lembaga-lembaga
pendidikan dengan alasan Umat Islam yang memadati masjid itu mereka tidak
pernah akan maju apabila masih terbelenggu dengan kebodohan dengan
keterbelakangan, dengan pendidikan yang baik melalui sekolah dan lembaga
lainnya akan merubah posisi dari masyarakat kuantitatif menjadi masyarakat
kualitatif.[30] Dalam
rangka mencerdaskan kualitas umat Islam dalam hal ini Amien mengambil contoh
Muhammadiyah dalam menempuh tiga poros proses kehidupan, pendidikan sekaligus,
yaitu Ta’alim, Tarbiyah, dan Ta’adib.[31]
Ta’alim berusaha mencerdaskan otak manusia,Tarbiyah dengan mendidik perilaku
yang benar serta Ta’adib berusaha memperluas adab kesopanan. Bila diperhatikan sejenak
berdasarkan wawasan keislaman hasil usaha yang dirintis Muhammadiyah dalam
bidang pendidikan relatif memuaskan salah satunya adalah mengubah citra santri
masal kurang pas menjadi cukup positif dan menggembirakan.Bila 30 atau 20 tahun
yang lalu kata santri mengandung makna yang kurang membanggakan dengan konotasi
kolot, lemah, bodoh, sarungan,berwawasan sempit, serta mudah dipecundangi maka
kata santri telah berubah yakni sosok muslim yang beragam,cerdas,kritis, serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,bahkan cukup percaya diri dalam hal
ini personal ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim) adalah gambaran santri modern.Doktrin
kedua,menggembirakan amal shalih kolektif, doktrin iman tanpa amal shalih bagaikan
pohon yang tidak berbuah.Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah disebutkan
syarat berdirinya sebuah ranting adalah memiliki amal usaha walaupun hanya
sekedar Madrasah Ibtidaiyah atau Taman Kanak- Kanak.[32]Sebelum
Muhammadiyah lahir umat kita sudah terbiasa dengan menggerakkan amal shalih
dalam kehidupannya namun hanya bersifat kecilkecilan atas inisiatif individu
belaka. Selanjutnya setelah Muhammadiyah lahir kemampuan individu Muslim
dipadukan kuat lewat sebuah organisasi. Umat Islam dapat melakukan
lompatanlompatan amal shalih secara kuantitatif dan kualitatif, sampai sekarang
semangat itu menurut Amien terus menghujam dalam sikap hidup di kalangan
Muhammadiyah di segala sektor kehidupan yang tercermin dalam semboyan sedikit
bicara banyak bekerja, kerja keras menghargai waktu,disiplin tinggi yang dapat
dicermati dalam masa Muhammadiyah,Nasyiatul Aisiyah,kepanduan Hizbul Wathon dan
sebagainya. Sumber Doktrin ketiga kerjasama dalam kebajikan, sebagai organisasi
dakwah Muhammadiyah berusaha mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk
menegakkan kebajikan dan mencegah kemungkaran serta menghimbau bagi juru
dakwahnya untuk selalu bekerjasama dengan semua pihak demi tercapainya tujuan
mulia.[33]Doktrin
keempat tidak berpolitik praktis, dalam hal ini organisasi Muhammadiyah dalam
membangun infranstruktur dalam prespektif jangka panjang tidak ingin mengambil
jalan pintas politik dengan membangun kekuasaan dan berebut kekuasaan dengan
kekuatan politik yang ada. Logika Muhammadiyah adalah dengan membina masyarakat
lewat siraman-siraman rohani dengan nilainilai Islam berarti telah ikut
mempersiapkan insan yang berpolitik dengan ahklak dan amal serta bermoral,
sehingga tatkala mereka terjun ke dunia politik praktis mereka tidak akan
menjadi homo politikus yang mengejar kekuasan semata-mata, atau dengan kata
lain mereka mampu menolak proses dihumanisasi dalam dirinya,dan mereka akan
memandang kekuasan politik sebagai amanat umat untuk memakmurkan rakyat
Nusantara. Salah satu kelestarian dan kestabilan Muhammadiyah menurut Amien
terletak pada kecerdasannya untuk menghindari politik praktis karena pengalaman
menunjukkan bila kepentingan politik telah merasuk ke dalam masalah internal
organisasi non politik maka organisasi tersebut rawan konflik perpecahan.[34]Bila
dianalisa secara cermat menurut pengamat dari LIPI seperti M.Sobari bahwa
tauhid sosial terasa sesaat sangat mengejutkan,adanya semangat pemikiran untuk
membawa umat Muhammdiyah ke wilayah pergaulan yang lebih luas dengan kalangan
manapun atau tanpa dibebani sentiment keagamaan dan ideologi tertentu. Gagasan
ini sekaligus menandai lahirnya perubahan sikap,wawasan sekaligus juga tingkah
laku politik keagamaan.Amien sendiri dikategorikan sebagai A New borned dari
Amien yang sebelumnya dikategorikan sebagai Hard liner Muslim atau usaha
untuk membumikan tauhid dalam kontek antropologis sehingga tauhid punya daya
pikat yang menarik, aktual dan transformatife.[35]Tauhid
sosial menurut peneliti memiliki kesamaan dengan Islam kiri dalam memahami
tauhid sebagai unsur revolusioner dalam agama Islam,karena dalam pemahaman
mereka revolusioner tauhid menentang kemusrikan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim
AS, revolusi ruh oleh Nuh AS, revolusi orang miskin, budak, orang malang yang
dibawa oleh Muhammad. Tauhid mempunyai fungsi praktis untuk melahirkan perilaku
dan iman yang diarahkan pada perubahan kehidupan masyarakat dan sistem
sosialnya.Para Nabi muncul dan melakukan revolusi utuk membuat reformasi ke
arah yang lebih baik. Nabi adalah pendidik kemanusian untuk menggapai kemajuan
dan kesempurnaan, akhir kemajuan bahwa kemanusiaan menjadi kemerdekaan akal dan
ia mulai bergerak sendiri ke arah kemajuan.[36]
B.
Gagasan “High Politics”.
Pada pertengahan tahun 90-an dalam
wacana politik praktis di Indonesia dikenal istilah High Politics.
Istilah ini muncul dan diperkenalkan oleh seorang tokoh nasional yang bernama
Amien, istilah ini muncul sebagai konsekuensi logis dari perilaku elit
kekuasaan yang mengindahkan moral dan perilaku politiknya.Dalam pandangan Amien
makna yang tepat untuk High Politics yaitu bukan politik tinggi tetapi
politik luhur, adiluhung dan berdimensi moral etis. Sementara Low Polititcs bukan
politik rendah tetapi politik yang terlalu praktis dan cenderung nista.[37]Sebagai
contoh Amien menegaskan dengan sebuah contoh bila sebuah organisasi menunjukkan
sikap yang tegas terhadap korupsi mengajak masyarakat menegakkan keadilan,
menghimbau pemerintah untuk memutar proses demokrasi dan transparansi, maka
organisasi tersebut sedang melakukan High Politics, sebaliknya bila
sebuah organisasi melakukan manuver untuk memperebutkan kursi presiden, DPR,
atau kursi eksekutif, membuat kelompok penekan, membangun lobi, memperluas vested
interest, maka organisasi tersebut sedang melakukan Low Politics.Agar
lebih bermakna maka high politics harus dijalankan sesuai amanat amar
ma’ruf nahi mungkar. Adapun karakteristik high politics menurut Amien
yaitu,[38]
setiap jabatan politik pada hakekatnya merupakan amanah yang harus dipelihara
sebaik-baiknya dan kekuasan harus dipandang sebagai hikmah yang diberikan Allah
untuk mengayomi masyarakat, menegakkan keadilan, memelihara tertib sosial yang
egalitarian serta untuk membangun kesejahteraan bersama. Kedua setiap jabatan
politik mengandung pertanggungjawaban tidak hanya terhadap institusi formal
atau lembaga yang bersangkutan melainkan di hadapan Allah. Ketiga politik harus
dikaitkan dengan prinsip-prinsip ukhuwah yang melampui batas-batas etnis,
sosial, agama, latar belakang sosial atau keturunan dan sebagainya.Dengan sikap
saling pengertian, membangun kerjasama keduniaan, seoptimal mungkin di dalam
mengemban tugas–tugas kekhalifahan, menghindari cara dan sikap yang memandang
golongan lain sebagai objek yang harus dieliminasi.Dalam kondisi Politik Orde
Baru yang korup, Amien melihat itulah saat yang tepat untuk melaksanakan high
politics terlepas dari penafsiran lainnya.Bahwa high politics merupakan
refleksi dari paradigma kolektifisme Amien.Baginya akomodasi politik Islam itu
bukanlah kebangkitan semata tetapi sebuah kebangkitan kolektif yang harus
didukung secara kolektif pula.[39]
Lebih lanjut aktualisasi dari high poitics dinilai sebagai implementasi
dari pesan profetik nahi mungkar serta meniscayakan dirinya untuk selalu
melakukan koreksi total terhadap berbagai ketimpangan yang terjadi dalam
masyarakat yang diakibatkan dari kebijakan-kebijakan pemerintah.[40]
Dalam wacana politik dan kekuasaan, lawan yang kontradiktif dengan high
politics adalah low politics seperti yang dipaparkan dan diajarkan
oleh Maciaveli berikut ini.[41]
Pertama, Machiaveli mengajarkan bahwa kekuasaan dengan kekerasan, dan
kekejaman, merupakan cara-cara yang sering kali perlu diambil oleh penguasa
kapan saja asalkan tujuan yang diinginkan tercapai atau yang lebih populer
disebut dengan menghalakan segala cara. Kedua penaklukan terhadap musuh-musuh
politik dianggap sebagai kebajikan puncak, lebih dari itu musuh tak diberi
kesempatan untuk bangkit dan melawan tidak secara manusiawi.Ketiga dalam
menjalankan kehidupan politik seorang penguasa harus dapat bermain selayaknya
singa sekaligus anjing pemburu, yang mana kekuasaan singa menjadikan serigala
takut dan kelicikan anjing pemburu dapat menghindarkan diri dari jebakan.
Maciaveli juga menulis buku Discourse on The First Books of Fitus livius,yang
mengungkapkan pikiran-pikiranya yang lebih mengedepankan etika,moral dan agama.Namun
kata kunci dalam buku itu adalah virtu, virtu berarti keutamaan,tetapi bukan
dalam arti sempit.Moral Maciaveli sebenarnya tidak berfikir tentang kejujuran,
kebaikan hati ataupun keadilan melainkan tentang tekad, keberanian dan kemampuan
untuk bertindak tanpa ragu sesuai apa yang diyakini.[42]Kaitan
dengan Low politics Amien yaitu bahwa sebenarnya sama pada prinsipnya namun
beda dalam penerapan politik, pemain politik kualitas rendah versi Amien banyak
yang tidak mengerti apa itu politik, sehingga menciderai arti politik itu
sendiri bahkan bisa memacu konflik di antara sesama Umat.
KESIMPULAN
Dari
apa yang telah penyusun paparkan sebelumnya,maka bisa diambil beberapa
kesimpulan,diantaranya:
-
kehidupan Amin Rais kecil yang sangat agamis/relegius sangat mempengaruhi
pemikiran-pemikiran beliau ketika telah menjelma sebagai seorang tokoh nasional
yang disegani.
- kehidupan keluarga yang sangat bernuansa
kemuhammadiyahan sedikit banyak mempengaruhi kemoderatan pemikiran beliau di
kemudian kelak.
-
sebagai tokoh nasional Amien Rais tentunya banyak berperan dalam perkembangan
politik nasional baik dari gagasan-gagasan beliau yang banyak menginspirasikan
banyak orang,yang diantara gagasan ini adalah:gagasan tauhid social,dan gagasan
high politics.
DAFTAR
PUSTAKA
1.M.
Amien Rais, Cakrawala Islam, antara Cita dan Fakta, cet, IV,
Bandung: Mizan, 1993 M.
2.M.Amien
Rais, Demi Pendidikan Politik Saya Siap Jadi Presiden,Yogyakarta: Titian
Illahi Press, 1997 M.
3.M.Amien
Rais,Melangkah Karena DiPaksa Sejarah, cet. II, Yogyakarta: 1998 M.
4.M.
Amien Rais,Membangun Politik Adi Luhung, Membumikan Tauhid Sosial, Menegakkan
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, Idy Subandi Ibrahim, ed, Bandung: Zaman
Wacana Mulia, 1998M.
5.
M. Amien Rais,Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, Bandung:
Mizan, 1998M.
6.
M. Amien Rais,Dalam Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah,cet.I
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996M.
7.
M. Amien Rais,Moralitas Politik Muhammadiyah, Yogyakarta: Dinamika, 1995M.
8.Bambang
Trimansyah, Para Tokoh di Balik Reformasi Episode Sang Oposan:Lokomotif
itu Bernama Amien Rais, Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998M.
9.
Dedy Jamaludin dan Idy Subandi Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia,Bandung:Zama
Wacana Mulia,1998 M.
10. M. Najib dan Kuat.S, Amien
Rais Sang Demokrat, Jakarta: Gema Insani Press,1998 M.
[1]
. Amien Rais, Demi Pendidikan politik Saya Siap Jadi Presiden (
Yogyakarta: Titian illahi Pres,1997), hlm.197.
[2]
. Bambang Trimansyah, Para Tokoh di Balik Reformasi Episode Sang
Oposan:Lokomotif itu Bernama Amien Rais (Bandung: Zaman Wacana
Mulia, 1998), hlm.2-6.
[3]
. Amien Rais, Demi Pendidikan Politik, hlm. 195.
[4]
. Zaim Uchrowi, Muhammad Amien Rais Memimpin dengan Nurani: in
Authorized Biography (Jakarta:Teraju Mizan,2004), hlm.18-19.
[5]
. Dedy Jamaludin Malik dan Idy Subandi Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia (Bandung:
Zaman Mulia Wacana, 1998), hlm.122.
[6]
. Amien Rais, Melangkah karena Dipaksa Sejarah, cet. III. ( Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998), hlm.101
[7]
. M. Amien Rais, Membangun Politik Adiluhung, Membumikan Tauhid
Sosial,Menegakkan Amar Maruf Nahi Mungkar, Idy Subandy Ibrahim, (ed) (
Bandung: Zaman Wacana Mulia,1998), hlm.46-47.
[9]
. Amien Rais, Melangkah karena, hlm.103.
[10]
. M. Najib, Melawan Arus Pemikiran dan Langkah Politik Amien Rais (Jakarta:
Serambi,1999), hlm.51-52.
[11]
. Firdaus Syam, Amien Rais Politisi yang Merakyat dan Intelektual yang
Shaleh (Jakarta: Al-Kautsar,2003), hlm.260-261. Lihat juga dalam Idris
Taha, Demokrasi Religius, hlm. 110.
[12]
. M. Najib dan Kuat, Amien Rais, hlm. 18-19.
[13]
. Ibid., hlm. 18-19.
[14]
Zaim Uchrowi, Muhammad Amien Rais, hlm.137..
[15]
. Ibid., hlm.138.
[16]
. Ibid., hlm.137.
[17] . Ahmad Bahar,
Amien Rais: Gagasan dan Pemikiran Menggapai Masa Depan Indonesia Baru (Yogyakarta:
Pena Cendekia,1998), hlm.14.
[18] . Umaruddin
Masdar, Membaca Pemikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi (Yogyakarta:
Penerbit Pustaka,1999), hlm.83.
[19] . Mufti Mubarok,
H.Mahtum Maestoem Dkk, Amien Rais Perjalanan Menuju Kursi Presiden (Jakarta:
Paragon,1998), hlm.23.
[20] . M.Najib, Melawan
Arus Pemikiran dan langkah Politik Amien Rais (Jakarta: Serambi,1999),
hlm.5-6.
[21]
. Http:// www. Biografi Tokoh. Com/ Ensiklopedia/a/ amien-rais/Index/2. shtml
[25]
. Idris Taha, Demokrasi Religius, hlm.315.
[26]
. Amien Rais, Demi Kepentingan Bangsa,cet.i ( Yogyakarta:Pustaka
Pelajar,1997), hlm.40.
[27]
. Amien Rais, Tauhid Sosial, hlm.37-43.
[28]
. Amien Rais, Membangun Politik, hlm.128-132. Lihat Juga dalam Idris
Taha, Demokrasi Religius, hlm. 140-141.
[29]
. Ibid., hlm.132-137.
[30]
. Ibid., hlm.128-132.
[31]
. Ibid., hlm.132.
[32]
. Amien Rais, Dalam Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah. Cet.1
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1996) .hlm.4-5.
[33]
. Ibid., hlm.4-5.
[34]
. Ibid., hlm.6-7.
[35]
. M.Sobari, Kata pengantar dalam Dedy Djamaludin Malik dan Idy Subandi Ibrahim,
Zaman Baru Islam Indonesia Pemikiran dan Aksi Politik, cet.i (Bandung:
Zaman Wacana Mulia,1998), hlm.14.
[36]
. Hasan Hanafi,’’ Al Yasar Al- Islami: Paradigma Transformatif ’’, Islamika.
No.i. Juli september,1993. hlm.14
[37]
. Amien Rais, Moralitas, hlm.43-44.
[38]
. Amien Rais, Cakrawala Islam, hlm.37-39.
[39]
.Fachry Ali,’’ High Politics dan Demokrasisasi ’’, dalam Arif Afandi (peny) Islam
Demokrasi atas Bawah Strategi Perjuangan Umat Model Gusdur dan Amien Rais,
cet. Ii (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1997), hlm.31.
[40]
. Abdurohim AlGhozali, Amien Rais Dalam Sorortan Generasi Muda Muhammadiyah,
cet.i (Bandung: Mizan, 1998), hlm.67.
[41] . Hariyanto Y.
Thohari, Amien Rais dan Ideologi Politik Muhammadiyah, dalam Abdurohim
AlGhozali (ed), M. Amien Rais, hlm.24.
Komentar
Posting Komentar