syarah hadits kelima dari kitab umdatulahkam



Hadits kelima:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي، ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ» وَلِمُسْلِمٍ «لَا يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ» .

1.artinya:
dari abi huairah RA:bahwasanya rasulullah saw bersabda:janganlah kalian kencing di tempat air yang tergenang (yang tidak mengalir) kemudian ia mandi dalamnya,dan dalam riwayat imam muslim:janganlah salah seorang kalian mandi di air yang tergenang sedangkan dia dalam keadaan junub.
{lihat:shahih albukhari no:2391,dan shahih muslim:272,273}
2.perawi hadits:
abu hurairah RA:lihat halaman:
3.fikih lughawi yang dikandung hadits:
*kalimat  ( الماء الدائم)  :” alma` adaim”yaitu air yang tenang sebagaimana ditafsirkan oleh rasulullah saw: yaitu air yang tidak mengalir,kata adaaim sendiri dalam bahasa arab termasuk dari kalimat aladhdad yaitu kalimat yang memiliki dua arti yang saling berlawanan sebagaimana dikatakan oleh imam alanbaari,karena kata addaaim dalam bahasa arab dikatakan untuk sesuatu yang tenang dan dikatakan pula untuk sesuatu yang bergerak ataupun mengalir.wallahu `alam.
* kalimat (ثم يغتسل منه):”tsumma yagtasilu minhu” yaitu kemudian dia mandi dari air tersebut,riwayat yang paling masyhur dalam hadits ini mendhummahkan baris akhir yagtasilu,sedangkan sebagian riwayat yang lain menfathahkan yagtasila dan ada juga yang mensukunkan yagtasil.perbedaan baris akhir dari kalimat ini sangat berpengaruh terhadap hukum syar`I yang dikeluarkan dari hadits, dengan mendhammahkan kata yagtsilu maka kalimat ini berarti:rasulullah saw melarang dari pada mengencingi air yang tenang dikarenakan kita akan membutuhkannya pada suatu saat nanti,dan kita tidak akan memahami dari riwayat ini rasulullah saw melarang mandi di air yang tenang,adapun riwayat menfathahkan yagtasila disini rasulullah saw melarang kita mengumpulkan dua hal ini sekaligus yaitu kencing dan mandi di air yang tenang secara bersamaan,sedangkan riwayat terakhir yang mensukunkan kata yagtasil maka artinya disini rasulullah saw melarang kencing dan mandi di air yang tenang,makna ini dikuatkan oleh riwayat imam muslim setelahnya yang mengatakan: janganlah kalian mandi di air yang tenang sedangkan kalian dalam keadaan junub.adapun perbedaan makna antara  riwayat fathah dan sukun,dalam riwayat fathah larangan ini ditujukan kalau ia mengumpulkan antara kencing dan mandi di air yang tenang sekaligus,sedangkan riwayat sukun larangan disini untuk dua hal ini secara terpisah.akan tetapi riwayat yang paling masyhur dari tiga riwayat ini adalah riwayat yang mendhummahkan yagtasilu.
* kalimat (ثم يغتسل منه) :”tsumma yagtasilu minhu” yaitu kemudian ia mandi dari air tersebut ini yang terdapat disebagian riwayat hadits ini,sedangkan disebagian riwayat yang lain rasulullah saw menyebutkan : “tsumma yagtasilu fihi” yang artinya:kemudian ia mandi di air tersebut.walaupun dua riwayat ini memiliki arti yang berbeda akan tetapi setiap riwayatnya mengandungi makna yang dikandungi oleh riwayat yang lain,maksudnya: riwayat yang pertama kemudian dia mandi dari air tersebut,dalam riwayat yang pertama ini rasulullah saw melarang kita mandi dari air yang telah dikencingi dan bisa difahami dari riwayat ini larangan mandi didalamnya akan lebih utama, sedangkan riwayat yang kedua sebaliknya rasulullah saw dalam riwayat ini melarang kita mandi di air yang tenang yang telah dikencingi,dan kita akan memahami dari riwayat ini pula larangan mandi dari air yang tenang yang telah dikencingi.
4.penjelasan hadits:
Air yang merupakan sumber kehidupan,dan merupakan karunia Allah swt yang sangat besar terhadap hambanya,maka seringkali kita melihat perhatian yang besar dari syariat dalam pemamfaatan air tersebut.salah satunya apa yang disebutkan dalam hadits yang agung ini rasulullah saw melarang umatnya mengencingi di tempat air yang tenang karena ia akan membutuhkannya di saat yang akan datang baik untuk mandi sebagaimana dalam riwayat ini ataupun untuk berwudhuk sebagaimana dalam sebagian riwayat hadits ini,makna ini yang dikandungi riwayat marfu` sebagaimana yang telah kami jelaskan tadinya,dengan riwayat ini maka makna hadits ini hampir sama dengan makna hadits rasulullah saw yang lain yang berbunyi:janganlah kalian memukul isterinya sebagaimana ia memukul hamba sahayanya kemudian ia menidurinya,maksudnya bagaimana layak bagi dia memukulnya sedangkan ia akan membutuhkannya pada malam harinya? begitu juga dalam hadits ini tidaklah pantas bagi dia mengencingi air yang tenang tersebut sementara dia akan membutuhkannya suatu saat nantinya untuk bersuci.walaupun dalam larangan ini rasulullah saw hanya menyebutkan kencing sebagai sesuatu yang diharamkan maka yang lebih utama darinya seperti BAB (buang air besar) lebih utama untuk diharamkan bukan seperti yang dikatakan oleh sebagian dhahiriyah yang berpegang dengan dhahir hadits saja.kemudian penulis menyebutkan riwayat imam muslim yang menyebutkan dalamnya larangan mandi di tempat yang tenang dalam keadaan junub.larangan dalam hadits yang pertama karena dikhawatirkan kencing itu akan menajiskan air tersebut sehingga ia tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi,sedangkan larangan dalam hadits yang kedua para ulama berselisih pendapat tentang sebab pengharamannya,sebagian ulama yang bersikukuh dengan tidak bolehnya bersuci menggunakan air musta`mal[1]mereka berdalil dengan hadits ini untuk pendapat mereka dan mengatakan larangan dalam hadits ini dikarenakan air ini akan menjadi air yang musta`mal yang tidak boleh kita bersuci dengannya.sedangkan sebagian yang lain berpendapat larangan ini hanyalah karena dikhawatirkan orang lain akan menjijikkannya dan tak mau menggunakannya untuk bersuci apalagi kalau yang mandi itu menggunakannya untuk bersuci dari pada janabah,maka abu suaib seorang sahabat abu hurairah ketika mendengar hadits ini,beliau langsung menanyakan kepada abu hurairah apa yang harus dilakukan oleh orang yang ingin menggunakannya,beliau berkata:hendaklah ia menciduknya.
Ketika rasulullah saw melarang mandi dan kencing di air yang tenang kita bisa memahami dari hadits ini dibolehkannya mandi dan kencing di air yang mengalir,akan tetapi bagusnya ia menjauhi kencing dalamnya karena tidak adanya faedah dan mempolusikan air dan membawa mudharat bagi yang lain.
5.hukum hukum syar`I yang berkenaan dengan hadits:
Pertama: hukum dari larangan yang terdapat dalam hadits ini?
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum yang terdapat dalam hadits ini,pengikut mazhab malikiyah mengatakan hukumnya makruh,sedangkan mazhab alhanabilah dan adhahiriyah mengatakan hukumnya haram,sebagian yang lain mengatakan hukumnya haram kalau airnya sedikit dan berhukum makruh kalau airnya banyak,dhahir larangan disini menunjukkan hukumnya haram baik itu air yang sedikit ataupun air yang banyak selain yang dikhususkan oleh para ulama secara ijmak  yaitu air yang sangat banyak yang tidak akan mempengaruhi kesuciannya apapun najis yang masuk dalamnya.
* kedua: hukum air yang telah dikencingi,apakah air tersebut masih tetap dalam kesuciannya ataupun ia menjadi najis karena bercampur dengan kencing?
Seluruh para ulama sepakat kalau air tersebut berubah karena bercampur dengan najis maka hukumnya najis,begitu juga kalau air yang sangat banyak yang tidak berubah karena bercampur dengan najis maka air ini tetap berhukum suci.sedangkan para ulama berselisih pendapat mereka mengenai air yang sedikit yang bercampur dengan kencing dan air itu tidak berubah karena bercampurnya dengan najis,sebagian para ulama baik dari para mutaqaddimin ataupun mutaakhirin seperti abu hurairah,ibnu abbas,hasan albasri,ibnu musayyab,sufyan atsauri,imam malik dan bukhari mereka mengatakan air tersebut suci.
Mereka berdalil terhadap perkataan mereka dengan dalil dalil berikut ini:antaranya hadits yang diriwayatkan oleh imam abu daud dan atturmudzi yang berbunyi:
الماء طهور لا ينجسه شيء
Yang artinya: air itu suci dan tak ada yang menajiskannya.
Sedangkan ibnu umar,mujahid,mazhab abu hanifah,syafi`iyah,dan hanabilah mereka mengatakan air itu najis  karena bercampurnya dengan najis,dan diantara dalil yang mereka gunakan dalam masalah ini hadits yang sedang kita bahas.pendapat yang rajih dalam masalah ini insyaallah  pendapat yang pertama karena menghukumi air dengan hukum najis sangat berkaitan dengan perubahan yang terjadi karena najis tersebut baik itu air yang sedikit ataupun banyak,adapun larangan dalam hadits ini bukan karena dikhawatirkan kenajisannya akantetapi dikarenakan orang lain merasa jijik untuk memanfaatkannya.pendapat ini yang dipilih oleh syaikul islam ibnu taimiyah.bahkan imam alghazali dari pengikut mazhab syafi`iyah sangat berangan angan kalau sekiranya mazhab imam asyafi`I dalam masalah ini seperti mazhab imam malik( yaitu pendapat pertama dalam masalah ini).[2]disini perlu diketahui standar air dikatakan sedikit menurut mazhab asyafi`I adalah air yang kurang dari dua kendi,sedangkan air yang lebih dari dua kendi menurut pendapat mereka takkan hilang kesuciannya karena bercampur dengan najis.dalam mazhab hanafiyah air baru dikatakan banyak kalau sekiranya satu sisi air tersebut digoyangkan maka sisinya yang lain tak bergerak dengan goyangan tersebut
Ketiga:hukum bersuci dengan air musta`mal:
Sebagaimana yang telah kita sebutkan sebelumnya sebagian para ulama dari hanabilah dan syafi`yah berdalil dengan hadits ini untuk permasalahan air musta`mal,disini kita akan menyebutkan pendapat para ulama tentang air musta`mal serta dalil dalil yang mereka gunakan dan pendapat yang rajih dalam masalah ini.adapun pendapat yang mengatakan najisnya air musta`mal adalah pendapat yang sangat lemah dan terbantahkan dengan tabarruk(mencari berkah)nya para sahabat dengan wudhuknya nabi saw kalau sekiranya air mustakmal itu najis bagaimana mereka akan mendapatkan berkah dari sesuatu yang najis?pendapat yang pertama ini dinukilkan dari abu yusuf muridnya imam abu hanifah.pendapat yang kedua dalam masalah ini adalah air itu suci akantetapi tidak mensucikan pendapat ini dinukilkan dari imam asyafi`I dalam pendapat ataupun mazhab baru beliau[3] dan ini juga pendapat yang paling masyhur dari mazhab imam ahmad,diantara dalil mereka hadits yang sedang kita bahas ini yaitu larangan mandi ditempat air yang tenang apalagi abu hurairah mengatakan setelahnya:hendaklah ia menciduknya kalau ingin memanfaatkannya.yang menunjuk kan larangan dalam hadits ini karena dikhawatirkan hilang kekuatannya untuk mensucikan yang lain. sedangkan  pendapat ketiga dalam masalah ini pendapatnya imam malik dan pengikutnya yaitu air musta`mal suci lagi mensucikan.pendapat yang terakhir ini insyaallah pendapat yang paling rajih untuk hukum air musta`mal karena kuatnya dalil dalil yang mereka gunakan,diantaranya hadits para sahabat yang berwudhuk dengan air wudhuknya rasulullah saw dan dalil dalil yang lainnya. wallahua`lam bisshawab.
6.faedah dan hikmah dari hadits:
* dari hadits ini dan banyak hadits hadits rasulullah saw yang lain kita bisa menyimpulkan besarnya perhatian syariat islam dalam menolak kemudharatan,bahkan menghilangkan kemudharatan baik itu dari dirinya sendiri ataupun orang lain termasuk salah satu dari tujuan didatangkannya syariat.di hadits yang lain rasulullah saw bersabda:takutlah kalian doa orang yang memohonkan laknat bagi kalian:yaitu orang yang kencing di tempat berlalunya (jalan-jalan)manusia dan di tempat mereka berlindung.
* dalam hadits ini rasulullah saw mengharamkan kencing di tempat air yang tergenang,dan larangan ini mencakup baik itu kencing secara langsung di air tersebut ataupun kencing di luar tempat air kemudian ia menuangkan kencingnya ke dalam air tergenang karena tujuan dari pengharaman tersebut untuk menjaga kesucian air. Bukan seperti pendapatnya adhahiriyah yang mengatakan pangharaman dalam hadits ini dikhususkan bagi yang kencing dalam air yang tergenang sedangkan yang kencing di tempat lain kemudian memasukkan kencingnya kedalam air tergenang masalah ini menurut mereka tidak termasuk dari pembahasan hadits.
* hadits ini sering dikaitkan dengan hadits dua qullah(yaitu dua kendi) yang berbunyi: air yang sampai dua kendi tidak akan membawa kotoran ataupun najis.disini saya akan menguraikan sedikit pendapat para ulama tentang hadits qullatain,asyafi`iyah memahami hadits ini secara implicit (beristidlal dengan mafhum hadits) mengatakan dari hadits ini kita bisa menyimpulkan pengkhususan dua kendi dalam hadits ini menunjukkan air yang kurang dari dua kendi akan terpengaruhi dengan najis,maka mereka mengatakan air yang kurang dari dua kendi ketika masuk dalamnya sesuatu yang najis akan hilang kesuciannya baik ia berubah dengan najis ataupun tidak,begitu juga halnya air yang kurang dari dua kendi ketika digunakan untuk bersuci maka air itu jadi air musta`mal yang suci akan tetapi tidak mensucikan,sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat mafhum hadits ini bertentangan dengan nash ataupun manthuq dari hadits:sesungguhnya air itu suci dan takada yang menajiskannya.karena disini rasulullah saw manggunakan lafadz yang umum sehingga masuk dalamnya air yang banyak ataupun yang sedikit,dan ketika terjadinya perselisihan antara mafhum daripada hadits dan manthuq hadits yang lain maka disini kita akan mengedapankan manthuq terhadap mafhum oleh karena itu mereka mengatakan air walaupun kurang dari dua kendi tidak akan dihukumi najis kecuali kalau salah satu sifatnya berubah baik itu warnanya,bau ataupun rasa.pendapat yang kedua ini dipilih oleh syeikh islam ibnu taimiyah dan beberapa ulama mutaakhirin.wallahu ta`la alam.



[1] .air musta`mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci.
[2] .ini adalah bentuk dari kefanatikan terhadap mazhab yang sering dilakukan oleh para pengikut mazhab tertentu,mereka rela mengedepankan pendapat mazhabnya walaupun menyelisihi dalil yang mereka tahu kebenarannya.taqlid mazhab seperti ini tidak dibenarkan dalam islam.
[3] .imam asyafi`I punya dua mazhab yang dikenal dengan mazhab lama dan mazhab baru,mazhab lama beliau adalah sejumlah dari pendapat pendapat beliau selama berada di negeri bagdad,sedangkan mazhab baru adalah pendapat beliau selama beliau bermukim di mesir.

Komentar

Postingan Populer