makalah mengenai khazanah Islam klasik dan tantangan modern
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt atas segala
kebaikan dan kemudahan yang Diberikan, kemudian shalawat dan salam kepada
baginda Rasulullah Muhammad saw yang telah mengajarkan kepada umatnya apa yang
telah diwahyukan.
Modernisasi selalu melibatkan globalisasi
dan berimplikasi pada perubahan tatanan social dan intelektual karena dibarengi
oleh masuknya budaya impor ke dalam masyarakat tersebut. Kata global menjadi begitu “in” pada era
sekarang ini,Globalisasi dalam bidang apapun itu, selalu bersifat
dialektik.Dalam artian bahwa globalisasi satu sisi menawarkan keuntungan dan
kemudahan,akan tetapi di sisi lain juga membawa pada implikasi-implikasi
negative.Dari sudut pandang lain perubahan merupakan sunnatullah dimuka bumi dan merupakan salah satu sifat asasi manusia dan alam raya secara
keseluruhan. Maka suatu kewajaran, jika manusia, kelompok masyarakat dan
lingkungan hidup mengalami perubahan,Islam yang merupakan agama rahmatan
lil`alamin sebagai agama yang sesuai untuk setiap masa dan tempat tentunya
menyambut baik segala bentuk perubahan yang bersifat positive itu,makalah ini
sedikit mengurai tentang tantangan yang dihadapi khazanah islam dengan sifat
klasiknya terhadap perubahan modernisasi dan pengaruh globalisasinya.
Penulis dalam makalah ini juga membagi
pembahasan (KHAZANAH KLASIK DAN TANTANGAN MODERN) dalam dua bagian/bab:dalam
bab pertama yang merupakan pendahuluan terhadap makalah penyusun sedikit
menceritakan tentang latar belakang makalah,perumusan masalah serta manfaat
penulisan,dan dalam bab selanjutnya penulis menceritakan mengenai islam dan
tantangan modern dengan menyebutkan beberapa bentuk tantangan bagi islam diera
modern dan solusi bagi kaum muslimin dalam menghadapi tantangan-tantangan
tersebut,dalam makalah ini penyusun menyebutkan juga pembagian kaum muslimin
berdasarkan sikap mereka dalam menghadapi tantangan modernisasi,
Kemudian ucapan terimakasih kami untuk
dosen pembimbing DR.M.Tontowy.MA yg telah banyak membantu penyusun dlm
menyelesaikan makalah ini,selamat menyimak.
Wassalam,wallahuwaliyyuattaufiiq.
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Islam
sebagai sebuah din pada hakikatnya telah memiliki konsep yang jelas,lengkap,
dan mencakup segala aspek.Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa Islam adalah
satu-satunya agama yang berlandaskan pada firman dan wahyu tuhan sebagai
landasannya, tak terpengaruh oleh budaya dan sejarah manusia.Wahyu dalam islam
bersifat otentik,tak terdistorsi oleh sejarah dan peradaban serta budaya
manusia.Ringkasnya dari wahyu tuhan yang otentik ini,melahirkan worldview Islam
yang menjadi landasan para pemeluknya dalam memandang seluruh kehidupan di
dunia dan akhirat ini dalam bingkai Islam.[1]
Namun
pihak.Mulai dari para orientalis barat yang tak pernah berhenti untuk mencari
titik lemah Islam,kaum kafirun yang selalu memusuhi Islam dari sejak pertama
kali diturunkan,bahkan hingga dari golongan umat muslim sendiri yang berbalik
memusuhi agamanya sendiri.Yang diserang pun bukan hanya sebatas fisik lagi,
sebagaimana pada masa perjuangan nabi Muhammad SAW, melainkan dari segi
pemikiran, intelektual, bahkan jiwa dan esensi dari seorang muslim sendiri.
Kemudian
para orientalis juga mengkaji ulang Islam sebagai salah satu ilmu pengetahuan,
dengan kata lain mengesampingkan berbagai unsur, konsep dan hal-hal lainnya
dalam Islam. Dalam hal ini maka posisi Islam disetarakan dengan posisi agama
lainnya. Mereka juga mengkaji Islam dengan menempatkannya dalam ranah budaya,
sehingga berdampak pada sebuah konsekuensi bahwasanya Islam terikat dengan
sejarah dan waktu, serta selalu berubah menyesuaikan dengan konteks budaya dan
keadaan manusia yang hidup pada suatu zaman.Selain para orientalis yang
menyerang Islam, Kristen juga berusaha untuk melemahkan ummat Islam sekarang.
Bila pada zaman dahulu mereka menyerang dengan perang fisik, maka sekarang
mereka memerangi Islam dengan cara menjauhkan ummat muslim dari identitas
keislamannya, hal ini sebagaimana dikutip dari pernyataan Samuel Zwemmer dalam
sebuah konferensi misionaris pada tahun 1935 M. yang berbunyi:"Misi utama kita sebagai
orang Kristen bukan menghancurkan kaum muslim, namun mengeluarkan seorang
muslim dari Islam, agar jadi orang muslim yang tak berakhlak. Dengan begitu
akan membuka pintu kemenangan imperialis di negeri-negeri Islam. Tujuan kalian
adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi muslim yang
sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar
kepuasan hawa nafsunya".[2]
Menghadapi
situasi seperti ini, tentu saja kita sebagai ummat Islam tak bisa berdiam diri
tanpa mengambil tindakan apapun. Kita perlu mengklasifikasi berbagai jenis
tantangan tersebut dan mencari langkah solusi dan pencegahan untuk tetap
menjaga Islam sebagai satu-satunya agama yang otentik dari Allah SWT. Disini
akan dipaparkan mengenai tantangan apa saja yang dihadapi ummat Islam di era
ini beserta solusi untuk menghadapinya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Didalam
makalah ini penyusun akan membahas beberapa hal mengenai tantangan modern
terhadap khazanah islam klasik,meliputi:
a.beberapa
bentuk dari tantangan modern terhadap islam
b.solusi
dalam menyikapi tantangan modern terhadap khazanah klasik islam.
c.sikap
kaum muslimin secara umumnya dalam menyikapi tantangan modern tersebut.
1.3
MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan ini yaitu selain untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Khazanah Islam,penyusun berharap dengan makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan kita terutama pengetahuan mengenai
tantangan-tantangan yang dihadapi khazanah islam klasik di era globalisasi/modernisasi
sekarang ini.
BAB 11 : PEMBAHASAN
Didalam pembahasan makalah yang
singkat ini penyusun akan sedikit membicarakan mengenai tantangan islam di era
modern dengan menyebutkan beberapa bentuk dari tantangan itu sendiri serta
solusi yang harus dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyikapi
tantangan-tantangan tersebut,yang kami rincikan sebagai berikut:
2.1.
BEBERAPA TANTANGAN ISLAM DI ERA MODERN
1.Masuknya
Konsep Liberal Dalam Pemikiran Islam.
Liberal
sendiri secara bahasa berarti bebas [3].
Paham ini pertama kali diterapkan dalam ranah social, politik dan pemerintahan.Namun
lambat laun juga memasuki ranah pemikiran intelektual.Paham liberal awal yang
pertama digagas oleh Yunani kemudian diambil oleh kaum Barat.Memasuk abad 17
dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang
politik,keagamaan,dan ekonomi dari tatanan moral,supranatural bahkan Tuhan.[4]
Dalam ranah agama, mereka berusaha untuk menghapus hak-hak otoritas Tuhan,
kebenaran mutlak dan doktrin gereja harus dihapuskan,dan agama menjadi bersifat
individual. Penyebabnya karena Barat merasa kebebasan mereka selama ini terus
dikungkung dan dibatasi oleh doktrin dan kekuasaan gereja yang mengatasnamakan
wakil Tuhan.
Namun
sayangnya,paham yang berasal dari dunia Barat ini malah diambil dan diterapkan
dalam Islam. Para sarjana-sarjana Islam yang dididik oleh kaum Barat malah
terpesona dengan paham liberalisasi ini dan mengaplikasikannya dalam ranah
pemikiran Islam. Ini tentu saja tak bisa diterima, sebab berbeda dengan Kristen
yang mengkungkung kebebasan para pemeluknya,sebaliknya Islam menjamin kebebasan
para pemeluknya sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan.
Dampak
dari masuknya konsep liberal ini juga banyak.Munculnya pengingkaran terhadap
semua otoritas,bahkan Tuhan dan agama.Sebab otoritas dalam pandangan liberal
menunjukkan adanya kekuatan di luar dan diatas manusia yang mengikutinya secara
liberal. Berkembang juga inklusifisme agama.Menurut kaum liberal,kita sekarang
tak bisa mengatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar,begitu
juga dengan mengatakan bahwa Kristen adalah satu-satunya agama yang benar juga.
Dan juga kita tak bisa mengatakan bahwa agama selain itu adalah salah. Menurut
mereka semua agama adalah sama, agama-agama bisa berbeda dalam ranah hukum dan
syariatnya, tetapi tetap menuju Tuhan yang satu. Agama-agama pada ranah
eksoteris bisa berbeda,tetapi pada ranah esoteris sama-sama menuju satu Tuhan
yang sama.[5] Dengan
kata lain mereka menolak sifat eksklusif dalam suatu agama. Inilah yang akan
menjadi dasar dari paham pluralisme beragama.[6]
Masuknya
paham liberal dalam ranah intelektual juga menyebabkan setiap orang bebas untuk
menafsirkan sebuah teks dan ajaran agama. Setiap orang punya kans yang sama
untuk menafsirkan kebenaran,walaupun tanpa memiliki bekal yang cukup.Sehingga
lahirlah tokoh-tokoh seperti Nasr Hamid Abu Zaid yang menafsirkan teks-teks
agama dengan penafsirannya sendiri.Lahir juga tokoh-tokoh serupa di Indonesia
seperti Amin Abdulah, Aksin Wijaya dan sebagainya.Padahal dalam Islam sendiri,tidak
semua orang bebas untuk menafsirkan teks Al Quran,ia harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu,seperti : terpercaya, bersifat objektif,menguasai ilmu
bahasa Arab,adil dan sebagainya. Ini untuk menghindari penafsiran yang salah
akan sebuah teks keagamaan.
2. Ilmu-Ilmu
Sosial Menjadi Patokan Utama Dalam Dunia Pendidikan.
Masuknya
ilmu-ilmu social dalam dunia pendidikan juga menjadi problematika sendiri,dimana
dengan masuknya ilmu-ilmu tersebut semakin menyingkirkan ilmu-ilmu agama dalam
dunia pendidikan.Bahkan ilmu-ilmu social juga digunakan untuk memahami suatu
agama.Hal ini berkonsuensi bahwa Islam diposisikan sama dengan agama-agama
lainnya yang ada. Islam hanya dipandang sebagai objek ilmu pengetahuan,
terlepas dari berbagai macam konsep, struktur, dan aturan dalam Islam sendiri.
Ilmu-ilmu
social yang sejak awalnya digunakan untuk memahami kondisi social suatu
masyarakat, pada akhirnya digunakan juga untuk membedah dan memahami suatu
agama. Maka muncullah dengan ini ilmu-ilmu baru seperti sosiologi agama,
psikologi agama, dan antropologi agama.
3. Kendala
Dalam Memahami Bahasa Arab.
Muncul
anggapan dalam masyarakat sekarang bahwasanya bahasa Arab tidak mengandung
signifikansi lagi,atau unexpected dan tak profitable lagi.Hal ini disebabkan
bahwa mereka memahami bahasa arab bukanlah bahasa peradaban dan intelektual,
melainkan hanya sebatas bahasa ritual atau agama.Sehingga menjadikan masyrakat
sekarang enggan untuk mendalami dan belajar bahasa arab.Padahal bila kita
mengkaji lebih dalam lagi,bahasa Arab memiliki peran yang sangat signifikan
dalam gerakan intelektual.Periode penerjemahan berbagai macam cabang ilmu dari
bangsa lain seperti Yunani ke dalam bahasa Arab gencar dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan
muslim seperti Al Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain sebagainya.Mereka
semua menerjemahkan karya-karya berbahasa asing tersebut,kemudian menyaring dan
memverifikasinya lagi,barulah hasilnya dapat dipahami oleh masyarakat yang
lebih luas.Ini jelas berlawanan dengan anggapan sebagian orang diatas, bahwa
pada hakikatnya bahasa Arab mempunyai konstribusi yang besar dalam ranah
intelektual dan pengetahuan.
4. Tidak
Adanya Perbandingan Antara Peradaban Barat dan Peradaban Timur
Barat
sebagai sebuah peradaban tentu berbeda dengan peradaban Islam. Hal ini
dikarenakan peradaban Islam adalah peradaban yang dibangun atas dasar ilmu yang
berlandasakan wahyu Tuhan yang otentisitasnya tak diragukan. Dari wahyu Al
Quran inilah yang menghasilkan tradisi intelektual dan diaplikasikan dalam
seluruh bidang kehidupan.[7] Berbeda
dengan barat, peradaban Barat tak dibangun atas dasar ilmu dan wahyu Tuhan,
bahkan mereka malah mengesampingkan peran Tuhan dalam kehidupan mereka.
Ringkasnya peradaban Barat dibangun atas dasar sekularisme dan penolakan atas
hak-hak Tuhan dan agama.
Namun
apa yang terjadi berikutnya unsur dan elemen dari peradaban barat tersebut
malah diambil dan diterapkan dalam Islam, Maka masuklah unsur-unsur seperti
sekularisme, eksklusifisme beragama,pluralism beragama,feminism dan kesetaraan
gender dan lain sebagainya.Kondisi seperti inilah yang menyebabkan kebingungan
dalam dunia pemikiran Islam, dimana masyarakat bingung untuk memilih antara dua
unsur diatas.
2.2.
SOLUSI DALAM MENYIKAPI TANTANGAN ISLAM DIMASA MODERN
1. Islamisasi
Ilmu Pengetahuan
Islamisasi
ilmu pengetahuan (Islamization of Knowledge) adalah gagasan yang diusung oleh
beberapa intelektual muslim,yaitu Sayed Muhammad Naquib Al Attas [8] dan
Ismail Raji Al Faruqy [9].Menurut
Al Attas pengetahuan Barat telah membawa kebingungan dan skeptisime dalam dunia
pemikiran. Barat juga telah mengangkat sesuatu masih dalam tahap keraguan dan
dugaan ke derajat ilmiah dalam hal metodologi.Kebenaran dalam pandangan Barat
tidak diformulasikan atas dasar pengetahuan wahyu dan keyakinan, melainkan atas
tradisi budaya didukung oleh premis-premis filosofis yang didasarkan para
perenungan-perenungan [10].Disini
masyarakat Islam berada dalam kebingungan antara mengikuti tradisi keislaman
atau nilai-nilai peradaban barat.
Disinilah
letak diperlukannya Islamisasi ilmu pengetahuan. Untuk menyingkirkan
unsur-unsur peradaban dan intelektual Barat yang telah mengkontaminasi alam
pemikiran Islam. Islamisasi sendiri berarti membawa sesuatu ke dalam Islam atau
membuatnya dan menjadikan Islam. Sedangkan Islamisasi ilmu pengetahuan menurut
Al Attas adalah melakukan aktifitas keilmuan, seperti mengungkap, menghubungkan
dan menyebarluaskan menurut sudut pandang ilmu terhadap alam kehidupan manusia.[11]
Sedangkan
dalam prosesnya, Islamisasi ilmu pengetahuan yang dicanangkan oleh Al Attas mempunyai
beberapa langkah yaitu :
a. Mengisolir
unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya dan
peradaban Barat. Unsur-unsur tersebut adalah
A) Akal
sebagai pembimbing kehidupan manusia
B) Bersikap
dualistik terhadap realitas dan kebenaran
C) Menegaskan
aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekuler
D) Membela
doktrin humanism
E) Menjadikan
drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi manusia
b. Memasukkan
unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dari ilmu
pengetahuan saat ini yang relevan.Konsep utama tersebut yaitu : Konsep Agama,
Konsep Manusia, Konsep Pengetahuan, Konsep kearifan dan sebagainya.[12]
2. Pembangunan
Kembali Tradisi Ilmu Dalam Islam
Belajar
dari bagaimana Islam pernah mencapai masa kejayaannya di Baghdad, focus gerakan
pembangunannya waktu itu adalah ilmu pengetahuan. Dan itu dilakukan secara
sinergis, simultan dan konsisten. Ketika membangun bayt al Hikmah misalnya, dimana waktu itu para golongan
penguasa, pemerintah, elit bangsawan, militer dan tentunya para saintis kerja
bahu membahu dalam pendiriannya.
Dalam
konteks umat Islam dewasa ini yang pertama diperlukan adalah membangun tradisi
keilmuan Islam yang serius, baik dalam bentuk pusat studi atau universitas
Islam yang khas. Tugas utamanya adalah merespon tantangan keilmuan kontemporer
dan menjelaskan ulang konsep-konsep dasar Islam yang relevan untuk kebutuhan
ummat masa kini.
Skenario
ini dapat digambarkan dari pernyataan di bawah ini :
Marilah
kita meletakkan scenario hipotesis : Jika kekuasaan Islam tak dilemahkan, dan
jika ekonomi Negara-negara Islam tak dihancurkan, dan jika stabilitas politik
tidak diganggu.
Dan
jika para ilmuwan Muslim diberi stabilitas dan kemudahan dalam waktu 500 tahun
lagi.
Apakah
mereka akan gagal mencapai apa yang telah dicapai Copernicus, Galileo, Kepler,
dan Newton ?
Model-model
planetarium Ibn al Shatir dan astronomer-astronomer Muslim yang sekualitas
Copernicus
Dan
yang telah mendahului mereka 200 tahun membuktikan bahwa sistim heliosentris
dapat diproklamirkan oleh saintis muslim, jika komunitas mereka terus eksis
dibawah scenario hipotesis ini.[13]
Maka
untuk membangun kembali tradisi ilmu diperlukan paling tidak stabilitas politik
dan ekonomi, serta stabilitas Islam yang tak diganggu oleh berbagai pihak. Hal
ini dapat terwujud bilamana adanya kerjasama yang sinergis antara berbagai
kelompok, saintis, penguasa, militer, elit bangsawan dan sebagainya. Dari
produk ini diharapkan lahir komunitas ilmuwan yang aktif tidak hanya
memperdalam disiplin ilmu keislaman, tapi juga mengasimilasi dan
mengislamisasikan ilmu pengetahuan kontemporer, sehingga menghasilkan disiplin
ilmu baru.[14]
2.3. SIKAP KAUM MUSLIMIN
DALAM MENYIKAPI TANTANGAN MODERNITAS
Secara
garis besar, sikap umat Islam dalam menghadapi tantangan modernitas terbagi
pada tiga kelompok,:
1. Sikap distopistik,
yaitu orang yang lari dari kenyataan, apatis, pesimis menghadapi tantangan
bahkan cenderung mengharamkan kemajuan iptek..
2. Sikap utopistik, yaitu
orang yang memiliki optimisme yang berlebihan. Ia berkeyakinan bahwa hanya kemodernan
yang bisa menyelesaikan segala masalah.Sikapnya cenderung sekuler.
3. Sikap moderat,yaitu orang mampu melihat persoalan secara utuh dan komprihensip.Sikapnya sangat terbuka terhadap kemajuan iptek (modernitas) tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama (ketauhidan). Sikap ketiga adalah sikap yang paling ideal. Karena didukung oleh beberapa isyarat Al Qur'an bahwa kaum muslimin, baik laki-laki ataupun perempuan, dinobatkan sebagai khalifah fil ardh (yang mengatur bahkan sebagai decision maker demi kemaslahatan dunia). Untuk bisa melaksanakan kekhalifahan secara mapan,modal utamanya adalah ilmu, hal ini tercermin ketika Allah swt.berfirman kepada para malaikat bahwa Dia akan menjadikan Adam dan keturunannya (manusia) sebagai khalifah.Yang diperlihatkan kepada para malaikat untuk menduduki jabatan khalifah fil ardh adalah penguasaan ilmu.[15] Penguasaan ilmu merupakan kunci kesuksesan sebagai khalifah fil ardh.Kemudian terlihat pula dalam ayat yang pertama kali diterima Rasulullah saw yaitu lima ayat dari surat Al 'Alaq. Ayat-ayat tersebut menyentuh masalah yang paling essensial dari potensi manusia,yaitu akal dan batin (fikir dan dzikir), juga disebutkan perangkatnya, yaitu iqra (baca, riset, teliti), 'allama(mengajarkan/transfer ilmu), dan qalam (alat tulis/alat penyimpan data/memori). Kalau ayat-ayat Al Qur'an ditelusuri secara seksama, bisa ditemukan bahwa pengembangan dan pengoptimalan intelektual yang berwawasan tauhid sangat mewarnai pesan-pesan Al Qur'an.Ini terbukti misalnya dengan disebutkannya kata ilmu dengan berbagai pecahannya sebanyak 780 kali.Allah swt. mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman[16] .Kemudian, yang paling takut pada Allah adalah orang-orang yang berilmu[17].Berbekal ruh inilah, kemudian kaum muslimin generasi awal membangun fondasi peradaban untuk bisa mandiri. Karena kemandirian merupakan suatu keniscayaan untuk bisa melaksanakan ajaran Islam secara utuh[18] .Akhirnya,fakta historis menunjukkkan bahwa dengan semangat Qur'ani, selama beberapa abad para ulama dan saintis muslim menjadi pelopor ilmu,pembawa obor pengetahuan,bahkan karya-karya mereka dijadikan texbook atau handbook di Eropa selama beberapa abad, sehingga kaum muslimin benar-benar menduduki jabatan khalifah fil ardh. Mampukah kita mengulangi kesuksesan ini di era modern ini?.
3. Sikap moderat,yaitu orang mampu melihat persoalan secara utuh dan komprihensip.Sikapnya sangat terbuka terhadap kemajuan iptek (modernitas) tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama (ketauhidan). Sikap ketiga adalah sikap yang paling ideal. Karena didukung oleh beberapa isyarat Al Qur'an bahwa kaum muslimin, baik laki-laki ataupun perempuan, dinobatkan sebagai khalifah fil ardh (yang mengatur bahkan sebagai decision maker demi kemaslahatan dunia). Untuk bisa melaksanakan kekhalifahan secara mapan,modal utamanya adalah ilmu, hal ini tercermin ketika Allah swt.berfirman kepada para malaikat bahwa Dia akan menjadikan Adam dan keturunannya (manusia) sebagai khalifah.Yang diperlihatkan kepada para malaikat untuk menduduki jabatan khalifah fil ardh adalah penguasaan ilmu.[15] Penguasaan ilmu merupakan kunci kesuksesan sebagai khalifah fil ardh.Kemudian terlihat pula dalam ayat yang pertama kali diterima Rasulullah saw yaitu lima ayat dari surat Al 'Alaq. Ayat-ayat tersebut menyentuh masalah yang paling essensial dari potensi manusia,yaitu akal dan batin (fikir dan dzikir), juga disebutkan perangkatnya, yaitu iqra (baca, riset, teliti), 'allama(mengajarkan/transfer ilmu), dan qalam (alat tulis/alat penyimpan data/memori). Kalau ayat-ayat Al Qur'an ditelusuri secara seksama, bisa ditemukan bahwa pengembangan dan pengoptimalan intelektual yang berwawasan tauhid sangat mewarnai pesan-pesan Al Qur'an.Ini terbukti misalnya dengan disebutkannya kata ilmu dengan berbagai pecahannya sebanyak 780 kali.Allah swt. mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman[16] .Kemudian, yang paling takut pada Allah adalah orang-orang yang berilmu[17].Berbekal ruh inilah, kemudian kaum muslimin generasi awal membangun fondasi peradaban untuk bisa mandiri. Karena kemandirian merupakan suatu keniscayaan untuk bisa melaksanakan ajaran Islam secara utuh[18] .Akhirnya,fakta historis menunjukkkan bahwa dengan semangat Qur'ani, selama beberapa abad para ulama dan saintis muslim menjadi pelopor ilmu,pembawa obor pengetahuan,bahkan karya-karya mereka dijadikan texbook atau handbook di Eropa selama beberapa abad, sehingga kaum muslimin benar-benar menduduki jabatan khalifah fil ardh. Mampukah kita mengulangi kesuksesan ini di era modern ini?.
KESIMPULAN
Islam
dewasa ini menghadapi berbagai macam tantangan, yang ringkasnya terbagi menjadi
dua, yaitu Internal dan Eksternal.Eksternal yaitu masuknya paham-paham dari
peradaban asing,khususnya Barat,seperti liberalisasi,sekularisasi,dualism,pragmatism,
nihilisme,humanism liberal rasionalisme,empirisme dan sebagainya.Sementara
tantangan eksternal ada dua yaitu, pertama ketidakberdayaan para cendekiawan
menghadapi faham, ideologi, dan epistemologi asing secara kritis.Kedua,kelemahan
tradisi pengkajian ilmu keislaman yang dapat memenuhi hajat ummat dimasa
sekarang.[19]
Menghadapi
suasana seperti ini tentu kita tak bisa tinggal diam.Sebagai ummat Islam kita
perlu mengambil tindakan solusi dan pencegahan.Tindakan ini berupa mengadakan
Islamisasi ilmu pengetahuan, dan membangun kembali tradisi keilmuan dalam
Islam, dimana kedua program ini harus dilaksanakan secara sinergis dengan
bantuan dan kerjasama dari golongan elit penguasa,saintis,pemerintah,dan
sebagainya, sehingga dapat membangun kembali peradaban Islam yang berdasarkan
pada ilmu pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Agus
Syifa, Alex Nanang, Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan atas Pemikiran Syed
Muhammad Naquib Al Attas dan Ismail Raji Al Faruqy) Jurnal Kalimah, vol 10 no.1,
Fakultas Ushuluddin Institut Studi Islam Darussalam, maret 2012.
2.Ma’afi.
Rif’at Husnul, Konsep Tauhid Sosial ; Studi Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi dan
M.Amien Rais,Jurnal Kalimah vol 9 no 1, Fakultas Ushuluddin Institus Studi
Islam Darussalam, Maret 2011.
3.Shalahuddin
Henri, Alquran Dihujat, Al Qalam, Depok, 2007.
4.Rasjidi,
H.M, Empat Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, Kalam Ilmu Indonesia,
Depok, 2010.
5.Zarkasyi.
Hamid Fahmy, Misykat, Refleksi Tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam,
INSISTS dan MIUMI, Jakarta Selatan, cetakan kedua, 2012.
[1]
.Wahyu
dalam Islam sendiri adalah Alquran, yang baik teks ataupun maknanya diturunkan
langsung dari Allah SWT, dan Allah sendiri juga yang menjamin akan keotentikan
Al Quran hingga akhir zaman. Disamping itu tradisi menjaga hafalan AL Quran
dilakukan secara turun temurun dengan metode yang terpercaya, sehingga mustahil
Al Quran mengalami distorsi oleh sejarah dan kebudayaan manusia. Ini berbeda
dengan wahyu dalam Kristen, Bibel, ataupun agama lainnya yang mana wahyu ini
mengalami perubahan menyesuaikan waktu dan konteks budaya yang melingkupinya.
Adnin Armas, Islam Agama Wahyu, bukan Agama Budaya dan Sejarah, INSISTS.
[2].Hamid
Fahmy Zarkasyi,Liberalisasi Pemikiran Keagamaan,Proyek Gabungan Kolonialisasi,
Kristenisasi dan Orientalisme, hal 26, CIOS.
[3] .Ilan J.Kernermen,Passport English Learner`s Dictionary,hal 205,K
Dictionaries ltd.
[4]
. Hamid
Fahmy Zarkasyi, Misykat, Refleksi Tentang Westernisasi,Liberalisasi, dan Islam,
hal 108, MIUMI dan INSISTS
[5] .Paham esoteric dan eksoteris agama ini
dikembangkan oleh salah satu pemikir muslim, Fritchuof Schuorn. Dia menggagas
ide “Transendent Unity of Religion” yang menyatakan bahwa semua agama menuju
satu Tuhan yang sama pada ranah yang transenden, walaupun berbeda pada ranah
syari’at dan aturannya. Paham inilah yang kemudian dikembangkan oleh penganut
pluralism beragama. Fritchuof Schuorn, Transendent Unity of Religion.
[6] Pluralisme, ialah pemahaman yang memandang semua agama sama;
meskipun dengan jalan yang berbeda namun menuju satu tujuan: Yang Absolut, Yang
terakhir, Yang Riil. Lihat Fiqih Lintas Agama, Paramadina, Juni 2004, hlm. 65.
[7]
.AL
Quran sendiri sebagai wahtu Tuhan telah mengandung bakal konsep (seminal
concept) tentang al-ilm,al-alim (manusia) dan al ma’lum (alam semesta).
Selanjutnya melalui beberapa periode sehingga Al Quran dapat menghasilkan
tradisi intelektual. Periode pertama, lahirnya pandangan hidup Islam
digambarkan dari kronologi turunnya wahyu dan penjelasan nabi tentang wahyu
itu. Periode kedua timbul dari kesadaran wahyu yang turun dan dijelaskan nabi
itu telah mengandung struktur fundamental scientific worldview, seperti
struktur tentang dunia, tentang ilmu pengetahuan dsb. Periode ketiga lahirnya
traidisi keilmuan dalam Islam, yang didasari oleh wujudnya komunitas ilmuwan,
dan munculnya kerangka konspe keilmuan dalam Islam. Hamid Fahmy Zarkasyi,
Membangun Peradaban Islam Dengan Ilmu. Tanpa penerbit, hal 3-6.
[8]
.Sayed
Muhamad Naquib Al Attas adalah salah seorang dari pemikir muslim zaman sekarang
yang dengan lantang menolak gagasan pluralism dan liberalism.Ia juga pengusung
gagasan Islamisasi Ilmu pengetahuan. Dilahirkan pada 5 September 1931 di Bogor,
kemudian ia melanjutkan jenjang pendidikannya hingga Institutes Studyof Islamic
Studies, Universitas Mc. Gill. Dia juga berpartisipasi dalam pendirian banyak
universitas, termasuk Institut of Study for Thought and Civilization (ISTAC),
dan menjadi direkturnya.Alex Nanang Agus Syifa,Islamisasi Ilmu Pengetahuan,Jurnal
Tsaqafah volume 10, hal 88.
[9]
.Ismail
Raji Al Faruqy adalah pemikir Islam kenamaan yang mempunyai hubungan kuat
dengan tradisi dan peradaban Barat. Lahir pada 1 Januari 1921 di Jaffa,
Palestina, ia melanjutkan studinya sampai maraih gelar Master di Indiana
University dan Harvard Universtity. Kemudian ia juga menjadi guru besar di
beberapa universitas kenamaan di dunia, dan merancang berbagai pusat-pusat
studi Islam d I dunia Islam. Rif’at Husnul Ma’afi, Konsep Tauhid Sosial; Studi
Pemikiran Ismail Raji Al FAruqy dan M. Amien Rais, Jurnal Tsaqafah, volume 9,
hal 62.
[13]
.Makalah
kuliah umum disampaikan pada forum silaturahim lembaga dakwah kampusndaerah ke
VII Malang Raya, di kampus ISID Siman, Pondok Modern Gonto, Jum’at 29 Februari
2008.
[15] .lihat Q.S.AL
Baqarah:30-33.
[16]
.lihat : Q.S 58:11.
[17]
.lihat: Q.S 35:28.
[18] .lihat: Q.S
4:141.
Komentar
Posting Komentar